Sabtu, 09 Januari 2010

Pemboran Landaian Suhu Sumur JBO-1 dan JBO-2 Daerah Panas Bumi Jaboi, P. Weh



Pemboran Landaian Suhu Sumur JBO-1 dan JBO-2 Daerah Panas Bumi Jaboi, P. Weh
Monday, 26 February 2007 11:13
PEMBORAN LANDAIAN SUHU SUMUR JBO-1 DAN JBO-2DAERAH PANAS BUMI JABOI, P. WEH, KOTA SABANG – NAD
Arif Munandar, Zulkifli Boegis, dan Robertus S.L Simarmata
Kelompok Program Penelitian Panas Bumi
ABSTRACT
Jaboi geothermal area is located at Suka Jaya district, Sabang City, Nangroe Aceh Darussalam Province (NAD).The geographic position of JBO- 1 and JBO-2 wells are 5°48.176’ N latitude - 95° 20.049’ E longitude and 5°47.897’ N latitude - 95° 20.289’ E longitude.The gradient thermal wells of JBO-1 and JBO2 were drilled which have 238 m and 250 m in depth. The subsurface lithologies revealed by the wells comprise tuff breccia, andesite lava flow, and breccia intercalated with tuff. The intensity of alteration of the rock units are weak to very strong which alteration minerals consist of montmorillonite, smectite, kaolinite,halloysite secondary quartz, iron oxides, pyrite, calcite, alunite, and chlorite. Base on appearance of alteration mineral assemblages of JBO-1 and JBO-2 wells that the alteration type is argillic that function as clays cap of geothermal system in Jaboi area.The measurement of temperature logging give gradient thermal at the wells of JBO-1 and JBO-2 are 20.5 – 22 °C and 17 °C per 100 m in depth as compare with the normal gradient thermal is 3 °C per 100 m in depth which indicate that the formation temperature has gradient thermal high with increasing of depth in Jaboi geothermal area.
S A R I
Daerah panas bumi Jaboi secara administratif termasuk kedalam wilayah Kecamatan Suka Jaya, Kota Sabang, Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD). Sedangkan koordinat titik bor sumur JBO-1 dan JBO-2 berada pada posisi geografis 5°48.176’ LU - 95° 20.049’ BT dan 5°47.897’ LU - 95° 20.289’ BT.Dua sumur landaian suhu JBO-1 dan JBO-2 telah selesai di b or dengan kedalaman Kedalaman akhir masing-masing adalah 238 m dan 250 m. Litologi terdiri dari Breksi Tufa, Lava Andesit, dan Breksi Tufa sisipan Tufa. Intesitas alterasi bervariasi dari lemah sampai sangat kuat. Mineral-mineral ubahan yang hadir adalah montmorilonit, smektit, kaolinit,halloysite, kuarsa sekunder, oksida besi, pirit, kalsit, alunit, dan klorit. Berdasarkan kehadiran kelompok mineral-mineral ubahan tersebut, maka jenis ubahannya termasuk kedalam kelompok argilik (argillic type of alteration) dan berfungsi sebagai lapisan penudung panas (clay cap) dari sistem panas bumi Jaboi.Berdasarkan pengukuran logging temperatur (T-logging), diperoleh landaian suhu (gradient thermal) di sumur JBO-1 dan JBO-2 masing-masing sebesar 20.5 – 22 °C dan 17 °C per 100 m kedalaman (gradient thermal normal adalah 3 °C per 100 m kedalaman) yang menunjukkan adanya kenaikan landaian suhu yang cukup tinggi di daerah panas bumi Jaboi.
1. PENDAHULUAN1.1. Latar BelakangPulau Weh terletak di bagian paling ujung barat dari busur sunda yang merupakan busur gunung api yang membentang sepanjang P. Sumatera dan Jawa. Keberadaan jalur gunung api ini selain banyak terdapat gunung api aktif juga menyimpan sumber energi panas bumi yang besar akibat post volcanic activity.Daerah panas bumi jaboi termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Suka Jaya, Kota Sabang, Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD), (Gambar 1).Hasil penyelidikan terpadu (geologi, geokimia, dan geofisika) panas bumi di daerah Jaboi dan sekitarnya pada tahun anggaran 2005, diketahui adanya potensi panas bumi yang terkandung sebesar ± 50 MWe terletak di sekitar G Leumeu Mate-Seumeuregeh dengan luas daerah prospek ± 6 Km2 dan temperatur reserervoir sekitar 255 °C (geothermometer silika dan gas), (Gambar 2).Berdasarkan adanyanya potensi panas bumi yang terkadung di daerah Jaboi tersebut maka selanjutnya dilakukan pemboran landaian suhu di 2 lokasi, yaitu sumur JBO-1 dan JBO-2 yang keduanya berada dalam daerah prospek panas bumi dengan koordinat geografis berada pada posisi 5°48.176’ LU - 95° 20.049’ BT dan 5°47.897’ LU - 95° 20.289’ BT. Sumur landaian suhu JBO1 dan JBO-2 mempunyai target kedalaman 250 m yang bertujuan untuk mengetahui besarnya gradient termal, geologi bawah permukan, dan membatasi daerah prospek panas bumi daerah penyelidikan.
2. OPERASI PEMBORAN Operasi pemboran landaian suhu JBO-1 dan JBO-2 dilakukan dengan program-program pemboran sbb: 1). Trayek selubung 6 5/8” dengan diameter lubang 7 5/8”, 2). Trayek selubung 4 ½” dengan diameter lubang 5 5/8”, dan 3). Trayek open hole dengan lubang berukuran 3 4/5”, (Gambar 3 dan 4). Secara lebih rinci kegiatan pemboran diuraikan, seperti berikut ini.
2.1. Sumur JBO-1Sumur JBO-1 mempunyai kedalaman akhir 238 m, dengan konstruksi sumur sbb: 1). Selubung 6 5/8” diset pada kedalaman 21.50 m di dalam lubang berdiameter 7 5/8” yang berkedalaman 21.70 m, 2). Selubung 4 1/2” diset di kedalaman 99.60 m di dalam lubang berdiameter 5 5/8” berkedalaman 100 m, 3). Open hole berdiameter 3 4/5” sampai kedalaman akhir 238 m.Tidak tercapainya target kedalaman 250 m pada operasi pemboran sumur JBO-1 ini disebabkan rangkaian bor terjepit saat pemboran sudah mencapai 238 m, diduga jepitan diakibatkan oleh adanya fragmen batuan keras (andesit) yang runtuh dari kedalaman 148 m atau 223 m, dan nyangkut di kedalaman sekitar 230.80 – 231.50 m pada dinding lubang batuan keras. Usaha untuk mengatasi jepitan tidak berhasil, maka dilakukan usaha melepaskan rangkaian (back off) dan pancing rangkaian bor (fishing). Kondisi terakhir rangkaian bor yan tertinggal (fish) sepanjang 103 m, dengan top fish di kedalaman 132 m dan bottom fish di 235 m.
2.2. Sumur JBO-2Sumur JBO-2 mempunyai kedalaman akhir 250 m, dengan konstruksi sumur sbb: 1). Selubung 6 5/8” diset pada kedalama 23.40 m di dalam lubang berdiameter 7 5/8” yang berkedalaman 24.45 m, 2). Selubung 4 1/2” diset di kedalaman 101 m di dalam lubang berdiameter 5 5/8” berkedaman 101.30 m, 3). Open hole berdiameter 3 4/5” sampai kedalaman akhir 250 m.Berbeda dengan saat pemboran di sumur JBO-1, selama operasi pemboran sumur JBO-2 ini sampai kedalaman akhir 250 m (drilling target), proses pemboran berjalan lancar, hanya kendala teknis yang terjadi berupa seringnya terjadi hilang sirkulasi lumpur pembilas baik Partial Loss Cirkulation (PLC) maupun Total Loss Sirkulation (TLC) yang dapat diatasi dengan menggunakan Loss Circulation Material (LCM), berupa micatex, serbuk gergaji dan semen sumbat. Adanya hilang sirkulasi tersebut di ata diduga akibat pemboran sumur JBO-2 banyak memotong rekahan-rekahan batuan.
3. GEOLOGI SUMUR3.1. LitologiBerdasarkan analisis contoh batuan berupa serbuk bor (cutting) dan inti bor (core) di sumur JBO-1 dan JBO2, maka diperoleh satuan batuan penyususun sumur landaian suhu tersbut adalah: 1). Breksi Tufa Terubah, 2). Andesit Terubah, dan 3). Breksi Tufa Terubah sisipan Tufa Terubah. Secara lebih detil satuan batuan tersebut akan di bahas di bawah ini, (Gambar 5 dan 6).
3.1.1. Sumur JBO-1
Breksi Tufa Terubah
Satuan batuan ini dijumpai mulai dari permukaan sampai kedalaman 15 m, umumnya telah terubah dengan intensitas ubahan kuat sampai sangat kuat. Pada interval kedalaman 0 – 3 m batuan terlapukan sangat kuat (soil), berwarna coklat-kekuningan, gembur, lepas-lepas (unconsolidated). Pada interval kedalaman selanjutnya, yaitu 3 – 15 m, breksi tufa terubah mempunyai ciri-ciri: abu-abu-keputihan, kehijaan, kecoklatan, dengan kekerasan sedang-keras, cukup padu, menyudut-menyudut tanggung, pemilahan buruk, kemas terbuka, tersusun atas fragmen-fragmen andesit terubah yang tertanam dalam matriks berukuran pasir – abu. Mineral-mineral ubahan yang hadir adalah: lempung (montmorilonit, smektit, kaolinit), kuarsa sekunder, oksida besi, pirit, dan dengan/tanpa karbonat (kalsit). Batuan bersifat mengembang bila terkena air (swelling) hanya pada interval kedalaman 6 – 12 m, yaitu sebesar 5 %.
b. Andesit TerubahSatuan batuan ini hanya dijumpai pada interval 15 – 22.70 m, dengan ketebalan sekitar 7.70 m. Secara megaskopis dapat diperikan, sbb: abu-abu-kehijauan, kehitaman, keputihan, sedikit kecoklatan, kekerasan sedang-keras, porfiritik, fenokris terdiri dari relik plagioklas, piroksen, hornblende, tertanam dalam masa dasar afanitik dan gelas vulkanik. Batuan ini telah terubah hidrotermal dengan intensitas kuat menjadi mineral lempung (smektit, montmorilnit, kaolinit), kuarsa sekunder, pirit, dan oksida besi. Sedikit dijumpai rekahan batuan yang terisi oleh kuarsa sekunder dan pirit.
c. Breksi Tufa Terubah sisipan Tufa TerubahSatuan batuan ini dijumpai pada interval kedalaman 22.70 hingga 238 m, dengan intensitas ubahan bervariasi dari lemah sampai sangat kuat. Deskripsi secara megaskospis adalah, sbb: berwarna abu-abu-kehijauan, keputih-putihan, kehitaman, kecoklatan, lunak-keras, cukup padu, pemilahan buruk, kemas terbuka, sebagian mengandung material organik/tumbuhan, ukuran fragmen bervariasi dari kerikil hingga boulder, ukuran maksimum 70 cm, terdiri dari andesit dan andesit-basaltik, sebagian vesikuler, tetanam dalam matriks dan masa dasar berukuran pasir-abu. Pada interval kedalaman 100 hingga 238 m, intensitas ubahan semakin kuat. Batuan terubah oleh proses hidrotermal menjadi mineral lempung (montmorilonit, smektit, kaolinit), kuarsa sekunder, oksida besi, dan dengan/tanpa pirit, karbonat (kalsit), klorit (?). Sedangkan tufa terubah hadir hanya pada interval kedalaman 216.83-216.88 m, 226.62-229.25 m, dan di 234.58-235.27 m, dengan ketebalan hanya beberapa cm, yang hadir sebagai sisipan pada satuan breksi tufa terbah ini. Umumnya berwarna abu-abu, kehijauan, kehitaman, kecoklatan, cukup padu, regas, berbutir pasir sampai abu. Batuan mempunyai sifat swelling terutama di interval kedalaman 22.70-29.14 m, 62.11-100 m, 148.60-148.80 m, dan 172-177 m, yaitu sebesar 5-40 %.
3.1.2. Sumur JBO-2a. Breksi Tufa TerubahSatuan batuan ini dijumpai mulai dari permukaan sampai kedalaman 21 m, umumnya telah terubah dengan intensitas ubahan kuat sampai sangat kuat. Pada interval kedalaman 0 – 3 m batuan terlapukkan sangat kuat (soil), berwarna coklat-kekuningan, sedikit keputih-putihan, kehitaman, gembur, lepas-lepas (unconsolidated). Pada interval kedalaman selanjutnya, yaitu 3 – 21 m, breksi tufa terubah mempunyai ciri-ciri: abu-abu-keputihan, kecoklatan, kemerahan, kehitaman, dengan kekerasan sedang-keras, cukup padu, menyudut-menyudut tanggung, pemilahan buruk, kemas terbuka, tersusun atas fragmen-fragmen andesit terubah yang tertanam dalam matriks berukuran pasir – abu. Mineral-mineral ubahan yang hadir adalah: lempung (montmorilonit, kaolinit), oksida besi, kuarsa sekunder, dan dengan/tanpa pirit.
b. Andesit Terubah Satuan batuan ini hanya dijumpai pada in terval kedalamn 21 – 29.50 m, dengan ketebalan sekitar 8.50 m. Secara megaskospis dapat diperikan, sbb: abu-abu-kehitaman, sedikit putih-kehijauan, relatif segar, keras, banyak dijumpai kekar-kekar gerus, milonitisasi, dan hancuran batuan, tertama pada kedalaman 24.45-25 m, 25.70-26.30 m, dan 27.25-27.65 m, berekstur porfiritik, terdiri dari fenokris: plagioklas, piroksen, dan hornblende, tertanam dalam masa dasar afanitik dan gelas vulkanik.
c. Breksi Tufa Terubah sisipan Tufa TerubahSatuan batuan ini dijumpai pada interval kedalaman 29.50 hingga 250 m, dengan intensitas ubahan bervariasi dari lemah sampai sangat kuat. Batuan pada interval kedalaman 50.45 sampai 96 m relatif kurang padu, mudah lepas-lepas, getas, banyak dijumpai kekar gerus, milonitisasi, dan hancuran batuan. Deskripsi secara megaskospis adalah, ssb: abu-abu-keputihan, kehijauan, kehitaman, kecoklatan, kemerahan, kekuningan, lunak-keras, menyudut-menyudut tanggung, pemilahan buruk, kemas terbuka, ukuran fragmen bervariasi dari kerikil hingga boulder, terdiri dari andesit dan andesit-basaltik, sebagian vesikuler, tetanam dalam masa dasar pasir-abu. Pada interval 96 m hingga kedalaman 250 m, batuan relatif padu, regas, hanya diinterval kedalaman 137-143 m, batuan kurang padu, mudah hancur, getas Secara umum sampai kedalaman akhir intensitas ubahan semakin kuat, banyak dijumpai urat-urat halus (veins) yang terisi oleh mineral kalsit dan kuarsa sekunder, berwarna putih. Pada interval kedalaman tertentu satuan ini dicirikan dengan kehadiran oksida besi yang tinggi, berwarna coklat-kemerahan, terutama di kedalaman 110.80-114.30 m dan 160-186 m. Batuan terubah hidrotermal menjadi mineral lempung (montmorilonit, smektit, kaolinit), kuarsa sekunder, oksida besi, dan pirit, dengan/tanpa karbonat (kalsit). Sedangkan tufa terubah hadir hanya pada interval kedalaman 125.85-125.95 m, 126.25-216.30 m, 127.45-127.48 m, dan di 127.73-127.80 m, dengan ketebalan hanya beberapa cm, hadir sebagai sisipan pada satuan breksi tufa terubah ini. Umumnya berwarna abu-abu, kehitaman, kecoklatan, cukup padu, regas, berbutir pasir sampai abu, dibeberapa bagian dijumpai adanya perlapisan dan struktur graded bedding .
3.2. Mineral ubahan dan Tipe ubahanMineral-mineral ubahan hidrotermal yang hadir di sumur JBO-1 dan JBO-2 relatif mempunyai kesamaan, yaitu: mineral lempung (montmorilonit, smektit, kaolinit) hadir mulai dari permukaan sampai kedalaman akhir dalam jumlah dominan, oksida besi, kuarsa sekunder, pirit, karbonat, dan klorit (?). Umumnya mineral ubahan tersebut hadir sebagai mineral pengganti (replacement mineral) dari mineral primernya. Berdasarkan kehadiran mineral-mineral ubahan di atas maka jenis atau tipe ubahan termasuk kedalam jenis ubahan argilik (argilic type of alteration).
3.3. Struktur geologiKehadiran struktur geologi dapat diamati dari sifat fisik batuan seperti breksiasi, milonitisasi, kekar-kekar dll. yang dikombinasikan dengan parameter pemboran seperti adanya hilang sirkulasi (PLC/TLC) dan drilling break.Pada sumur JBO-1 ini terjadi hilang sirkulasi lumpur pembilas hanya pada interval kedalaman 90.64-90.84 m, 172-238 m, masing-masing sebesar 55.5 lpm dan 10 lpm.Sedangkan pada sumur JBO-2 banyak terjadi hilang sirkulasi baik PLC maupun TLC, terutama pada interval kedalaman 21-24 m (60 lpm), 24.45-25.70 m (>100 lpm), 27.25-27.65 m (84 lpm), 43.15 m (>350 lpm), dan 141-142 m (30 lpm).
3.4. Temperatur Lumpur pembilasLonjakan temperatur lumpur pembilas masuk (Tin) dan keluar (Tout) di sumur JBO-1 dari permukaan sampai kedalaman 100 m berkisar antara 0-2.8 °C, dengan Tin= 32.1-46.0 °C dan Tout= 34.0-46.4 °C. Selanjutnya, pada interval kedalaman 100 – 238 m, lonjakan temperatur berkisar 1.4-4.6 °C, dengan Tin= 40.7-55.0 °C dan Tout= 42.1-57.9 °C.Sedangkan lonjakan temperatur di sumur JBO-2 dai permukaan sampai kedalaman 100 m berkisar antara 0 – 0.7 °C, dengan Tin= 30.5-36.5 °C dan Tout= 30.7-36.8 °C. Selanjutnya, pada interval kedalaman 100 – 250 m, lonjakan temperatur berkisar 0.4-2.4 °C, dengan Tin= 31.1-39.9 °C dan Tout= 31.8-41.9 °C.
4. PENGUKURAN LOGGING TEMPERATURHasil pengukuran logging temperatur di sumur JBO-1 di kedalaman 100 m terukur 59.10 °C dan 69.7 °C setelah T-tool direndam selama ± 9 ½ jam. Sedangkan pengukuran T-logging di kedalaman 150 m, adalah 72.10 °C dan 82.80 °C setelah T-tool direndam selama ± 8 jam. Berdasarkan perhitungan data-data temperatur di atas, maka diperoleh besarnya gradient temperatur di sumur JBO-1 adalah sekitar 20.5 – 22 °C per 100 m kedalaman, (Gambar 7).Selanjutnya, hasil pengukuran logging temperatur di sumur JBO-2 di kedalaman 250 m, yaitu sebesar 70.20 °C dan 74.40 °C setelah T-tool direndam selama ± 8 jam. Berdasarkan data-data di atas diperoleh gradient thermal di sumur JBO-2 adalah 17 °C per 100 m kedalaman.

5. PEMBAHASANBerdasarkan mineral-mineral ubahan yang hadir di sumur JBO-1 dan JBO-2 menunjukkan adaya interaksi antara batuan dengan fluida hidrotermal dengan intensitas ubahan bervariasi dari lemah hinggs sangat kuat. Kehadiran mineral lempung dapat dijumpai mulai dari permukaan sampai kedalaman akhir yang didominasi oleh montmorilonit, semektit, dan sebagian dari jenis kaolinit, serta sedikit halloysite. Mineral-mineral ubahan lainnya yang hadir adalah kuarsa sekunder (opal), pirit, kalsit, dan alunit. Berdasarkan kehadiran mineral-mineral ubahan tersebut di atas menunjukkan bahwa tipe fluida hidrotermal tersebut mencirikan adanya percampuran antara fluida hidrotermal yang berjenis asam dan netral. Terjadinya pencampuran fluida tersebut diduga dsebabkan oleh adanya fluida hidrotermal berjenis asam di bagian atas yang bercampur dengan fluida hidrotermal berjenis netral yeng berasal dari bagian yang lebih dalam (reservoir), melalui rekahan-rekahan pada batuan. Perkiraan temperatur di sumur JBO-1 dan JBO-2 berdasarkan geothermometer mineral adalah sekitar 110 °C, (Tabel 1). Jika gradient themal rata-rata di daerah panas bumi jaboi 20 °C per 100 m, maka di kedalaman 800 m temperatur sekitar 220 °C. Berdasarkan kehadiran kelopok mineral-mineral ubahan yang telah dibahas di atas maka jenis ubahan di sumur JBO-1 dan JBO-2 adalah argilik (argillic type of alteration) yang menunjukkan temperatur rendah dan didominasi oleh mineral-mineral lempung (montmorilonit, smektit, dan kaolinit) dan berfungsi sebagai lapisan penudung panas (clay cap).Hasil dari pengukuran logging temperatur menunjukkan gradient thermal di sumur JBO-1 relatif lebih tinggi dari sumur JBO-2, yaitu masing-masing sebesar 20.5 – 22 °C dan 17 °C per 100 m kedalaman (gradient thermal normal hanya 3°C per 100 m kedalaman). Anomali panas yang cukup tinggi di sumur JBO1 ini juga didukung dari data pengukuran logging temperatur saat tool temperature logging (T-tool) direndam selama 8 jam di kedalaman 150 m terjadi kenaikan temperatur yang lebih tinggi, yaitu sebesar 10.70 °C, sedangkan di sumur JBO-2 saat T-tool direndam selama 8 jam di kedalaman 250 m, kenaikan temperaturnya hanya sebesar 2.20 °C. Hal ini diduga disebabkan panas formasi di sumur JBO-1 relatif lebih tinggi dibadingkan di sumur JBO-2. Berdasarkan hasil pemboran landaian suhu JBO-1 dan JBO-2, maka menunjukkan adanya suatu sistem panas bumi yang cukup bagus atau prospek di daerah panas bumi Jaboi yang didukung oleh data-data batuan ubahan dan anomali gradient thermal yang cukup tinggi, serta ditunjang hasil penyelidikan terpadu sebelumnya yang menunjukkan di lokasi sumur JBO-1 dan JBO-2 merupakan daerah prospek.
6. REKOMENDASIBerdasarkan kompilasi data-data penyelidikan terpadu sebelumnya dan hasil pemboran landaian suhu JBO-1 dan JBO-2, maka di daerah panas bumi Jaboi, P. Weh, Kota Sabang – NAD layak untuk dikembangkan lebih lanjut dengan melakukan pemboran eksplorasi dengan target kedalaman 800 – 1000 m.Adapun faktor-faktor lain yang menunjang dilakukannya pemboran eksplorasi di Jaboi adalah, sbb: 1). Adanya potensi panas bumi yang cukup besar dan prospek di Jaboi, yaitu sekitar 55 MWe (hasil survei terpadu dan landain suhu), 2). Akses masuk ke lokasi pemboran relatif mudah, 3). Sumber air untuk operasi pemboran cukup tersedia, 4). Tenaga kerja lokal di sekitar lokasi cukup menunjang, dan 5). Dukungan pemerintah daerah dan masyarakat setempat yang sangat tinggi untuk pengembangan energi panas bumi selanjutnya.Sedangka kendala-kendala yang mungkin timbul dalam pegembangan panas bumi di Jaboi, adalah 1). Mobilisasi peralatan dan barang-barang bor di karenakan terbatasnya armada penyebrangan (kapal ferry) dari Banda Aceh (pelabuhan Ulele) ke Sabang (pelabuhan Balohan) dan sebaliknya, 2). Keamanan di lokasi, dan 3). Pembebasan lahan yang cukup luas (1-2 hektar) untuk 2 (dua) lokasi pemboran yang biasanya tidak mudah. 7. SIMPULAN DAN SARAN7. 1. SimpulanBeberapa simpulan dapat dibuat mengenai kepanas-bumian di daerah penyelidikan, yaitu, sbb:
Litologi sumur landaian suhu JBO-1 dan JBO-2 sampai kedalaman akhir disusun oleh satuan batuan yang relatif sama, yaitu: 1). Breksi Tufa Terubah, 2). Andesit Terubah, 3). Breksi Tufa sisipan Tufa Terubah
Intensitas alterasi bervariasi dari lemah hingga sangat kuat dan cenderung semakin meningkat dengan bertambahnya kedalaman. Sedangkan derajat alterasi masih menunjukkan temperatur rendah dengan kehadiran mineral-mineral lempung (montmorilonit, smektit, kaolinit) yang dominan dan termasuk dalam jenis ubahan argilik (argillic type of alteration) dan berperan sebagai lapisan penudung panas (clay cap)
Anomali landaian suhu di sumur JBO-1 dan JBO-2 masing-masing sebesar 20.5 – 22 °C dan 17 °C per 100 m kedalaman (gradient thermal normal adalah 3 °C per 100 m kedalaman)
Daerah panas bumi Jaboi layak untuk dikembangkan lebih lanjut dengan melakukan pemboran eksplorasi berkedalaman 800 – 1000 m.
7.2. Saran
Sebelum melakukan pemboran eksplorasi disarankan dilakukan penyelidikan dengan metode Magneto Telluric (MT) di sekitar daerah prospek guna mengetahui kondisi bawah permukaan yang lebih akurat.
Perhatian dan kerja sama pemerintah daerah (PEMDA Sabang) dengan instansi terkait perlu ditingkatkan (Dep. Energi dan Sumber Daya mineral) guna merealisasi pengembangan panas bumi selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Browne, P.R.L., (1978). Hydrothermal alteration in Active Geothermal Fields, Annual Riview of Earth and Planetay Science 6:229-250
Hasan R., dkk., (2000). Penyelidikan dan kajian potensi panas bumi Saban, P. Weh, Daerah Istimewa Aceh, Direktorat Vulkanologi, Bandung
Lawless, J.V., White, P.J., and Bogie, I., (1994). Important Hydrothermal Minerals and their Significance, Fifth Edition, Kingston Morrison LtdMahon K., Ellis, A.J., (1977). Chemistry and Geothermal System. Academic Press Inc. Orlando
Widodo S., dkk., (2005). Penyelidikan Terpadu Geologi, Geokimia, dan Geofisika, Daerah Panas Bumi Jaboi, Kota Sabang, Provinsi Aceh Darussalam, direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral.

0 komentar:


Blogger Templates by Isnaini Dot Com. Powered by Blogger and Supported by Lincah.Com - Mitsubishi Cars