Tampilkan postingan dengan label MIGAS. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label MIGAS. Tampilkan semua postingan

Senin, 18 Januari 2010

Gaji di Perusahaan Minyak dan Gas Indonesia


Indonesia punya banyak ladang minyak dan gas, baik yang sudah, sedang, maupun yang belum tereksplorasi dan tereksploitasi. Walau penemuan cadangan minyak di dunia menurun secara signifikan, konon, cadangan minyak di Indonesia masih cukup besar dan belum terjamah.Tak pelak, potensi ini mengundang banyak perusahaan minyak dan gas (migas) asing untuk berbondong-bondong berinvestasi di Indonesia. Ujung-ujungnya, lapangan pekerjaan buat sektor ini juga menjadi terbuka. Tapi sebenarnya, bagaimana sebetulnya salary dan benefit yang diperoleh

sumenep kaya minyak&gas bumi


SUROBOYO - Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jawa Timur menawarkan lokasi minyak dan gas (migas) Blok Mandala di Dusun Karang, Desa Mandala, Kecamatan Rubaru, Kabupaten Sumenep, Madura kepada kontraktor kontrak kerja sama (KKKS).
"Kami berharap Blok Mandala memberikan manfaat yang lebih baik bagi masyarakat khususnya yang berada di wilayah Blok Mandala," kata Kepala Dinas ESDM Jatim Ir Dewi J Putriatni M Sc di Surabaya, Kamis (17/12) Menurut dia, dengan ditawarkannya Blok Mandala sebagai wilayah kerja pertambangan migas baru kepada KKKS dapat memenuhi kebutuhan migas, khususnya untuk wilayah Jatim. Ia mengemukakan, ada 31 titik lokasi migas yang ditetapkan sebagai wilayah kerja pertambangan, sebanyak delapan di antaranya berstatus eksploitasi, dan 23 lainnya eksplorasi. "Sampai saat ini produksi minyak di Jatim mencapai 52.068 barel per hari dan gas mencapai 748.815 'metric standard cubil feed'," kata mantan Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Jatim itu. Secara nasional potensi migas di Jatim menempati peringkat ketiga setelah Kalimantan Timur dan Riau. Hal itu menunjukkan Jatim memiliki kekayaan sumber daya migas yang sangat besar sehingga perlu segera dimanfaatkan untuk kepentingan negara. "Ini masih tahap awal, karena kami masih menawarkan kepada semua pihak yang ingin mencoba usaha di bidang migas. Setelah beberapa tahap selesai akan dilanjutkan dengan uji seismik untuk mengetahui kandungan gas bumi yang ada di wilayah tersebut," katanya. Siklus eksplorasi migas dimulai dengan mengidentifikasikan keberadaannya, kemudian dilakukan akuisisi seismik dan pengeboran untuk membuktikan ada atau tidaknya cadangan migas di bawah permukaan bumi. Untuk mencapai proses produksi membutuhkan waktu lama dan kompleks dengan melalui tahapan yang sangat kritis. "Kalau masyarakat sekitar tidak setuju, maka proses produksi akan sulit tercapai," katanya. Selain itu, lanjut Dewi, pada tahap eksplorasi membutuhkan biaya investasi yang cukup tinggi. Untuk diketahui siklus eksplorasi minyak bumi dan gas dimulai dengan mengidetifikasikan keberadaannya, kemudian dilakukan akuisisi seismik dan pengeboran untuk membuktikan ada tidaknya cadangan minyak dan gas di bawah permukaan bumi. Selanjutnya dilakukan tahapan-tahapan pengembangan sampai akhirnya cadangan minyak dan gas tersebut bisa diproduksi. Untuk mencapai proses produksi membutuhkan waktu lama dan kompleks, dimana setiap tahapan sangat kritis dan penting. Setiap tahapan saling terkait, jika ada salah satu yang tidak berjalan misalnya masyarakat tidak setuju, maka proses produksi akan sulit tercapai. Yang paling kritis adalah tahapan eksplorasi dimana biaya investasi beresiko tinggi bila tidak ada minyak atau gas yang ditemukan. Jika seismik berhasil menemukan cadangan minyak bumi dan gas, maka investor dapat masuk. Tahapan eksplorasi, penemuan cadangan baru, masa pembangunan fasilitas sampai dengan produksi memerlukan investasi bertahun-tahun. Oleh karena itulah, dukungan pemerintah dan masyarakat adalah kunci untuk suksesnya pengelolahan minyak bumi dan gas.

Nestapa Minyak dan Gas Indonesia


Apa kaitannya UU No. 22/2001 tentang Migas dengan lumpur Lapindo? Menurut pengamat perminyakan Dr. Kurtubi jawabnya tentu sangat erat. Dalam suatu seminar di Institut Teknologi Indonesia di kota Tangerang Selatan beberapa hari lalu, ia menjelaskan keluarnya material (seperti lumpur) dari dalam perut bumi saat pengeboran minyak bukanlah yang pertama kali terjadi di Indonesia. Ada 13 kejadian hampir mirip yang pernah dialami oleh Pertamina ketika masih memegang penuh kewenangan eksplorasi dan eksploitasi perminyakan di Indonesia. Seluruhnya berhasil ditangani dengan (lebih) cepat dan (lebih) baik (ah jadi ingat slogan salah satu Capres negeri ini).
UU Migas tersebut lahir menggantikan UU No. 8/1971. Dengan itu beralihlah Kuasa Pertambangan (KP) dari Pertamina ke Menteri ESDM. Makna Kuasa Pertambangan di sini adalah wewenang untuk melakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi. Di dalam pasal 12, KP tersebut selanjutnya diserahkan kepada para pelaku usaha. Di kemudian hari, Mahkamah Konstitusi menghapus kata "wewenang" itu.
Menurut Kurtubi, di sinilah pangkal soalnya. Kontrak kerjasama migas ditandatangani oleh BP Migas dan investor, padahal BP Migas tidak memiliki Kuasa Pertambangan. Di samping itu, sebagai lembaga pemerintah yang menjadi pengendali kekayaan migas nasional, BP Migas berstatus BHMN yang tidak memiliki peralatan & personel, dan yang terutama dia bukanlah perusahaan. Saat terjadi kasus lumpur Lapindo, kelemahan BP Migas di lapangan menjadi terbukti di mana langkah-langkah penanganannya menjadi sangat lamban. Akibatnya persoalan pun merumit, hingga tidak selesai-selesai sampai sekarang. Itu hanyalah satu contoh saja dari beberapa kesalahan lain yang fatal akibat penerapan UU Migas yang baru. Karenanya, UU tersebut harus dicabut, begitu seru Kurtubi.
Kita paham bahwa dalam skala kecil, misal sebuah perusahaan bisa berubah jika tersedia sesuatu sebagai change driver. Hal itu bisa berwujud teknologi atau yang lainnya. Masyarakat atau negara pun begitu. Change driver-nya bisa berupa peraturan atau UU. Peraturan yang baik dipastikan akan membawa perubahan yang baik kepada seluruh komponen masyarakat (dan tentunya negara).
Namun dalam hal pengelolaan pertambangan umum, negeri ini ternyata masih saja mewarisi skema konsesi jaman penjajahan Belanda, yakni model Kontrak Karya yang didasarkan atas Indische Mijnwet 1890. Model ini memiliki 2 kelemahan pokok:
Royalti yang diterima negara sangat kecil, sekitar 3% untuk emas, nikel, perak, tembaga, dan lainnya. Adapun untuk batubara sekitar 13,5%.
Managemen sepenuhnya di tangan investor. Pemerintah tidak memiliki mekanisme untuk mengontrol produksi, biaya, harga jual, pemasaran dan lain-lain.

Memang untuk sektor migas keadaan lebih baik (?), dalam arti model Kontrak Karya seperti dalam pertambangan umum tidak dipakai. Gantinya adalah model Production Sharing Contract, di mana royalti yang didapat negara adalah 85% dan ada mekanisme kontrol terhadap investor, yakni dalam diri BP Migas. Namun harus diingat, sisa potensi penerimaan yang 15% lepas ke investor (masih suatu jumlah yang sangat besar). Tambahan lagi, BP Migas tidak mempunyai benchmark dari pengalaman sendiri atas biaya-biaya yang dikeluarkan oleh Kontraktor PSC tersebut. Karena itu BPK dan BPKP pernah menemukan potensi kerugian yang sangat besar di BP Migas sehingga kini ada 17 negative list yang tidak boleh dimasukkan ke dalam komponen cost recovery.
Padahal ke depan, sumberdaya hidrokarbon Indonesia masih sangat menjanjikan bagi para investor. Ada sekitar 120 cekungan yang relatif besar dengan minyak dan gas yang terjebak di dalamnya. Rasio Reserves to Production negeri ini adalah 23 tahun untuk minyak, 62 tahun untuk gas dan 146 tahun untuk batubara. Artinya, untuk gas saja selama 62 tahun ke depan masih akan bisa dinikmati oleh rakyat Indonesia (?).
Karena itu perlu ada perubahan pola fikir dan peraturan dari penyelenggara negara yang harus didukung oleh berbagai komponen masyarakat Indonesia yang (insya Allah) religius ini. Sehingga kesalahan tadi dan lainnya seperti penjualan LNG Tangguh yang diserahkan kepada perusahaan minyak BP ke Cina tahun 2002 tidak boleh terulang di mana ada potensi kerugian negara sekitar US$ 75 milyar selama 25 tahun dari tahun itu! Belum lagi adanya ketidakjelasan status kepemilikan atas cadangan minyak dan gas yang ada di perut bumi akibat UU Migas tersebut. Dan yang tidak kalah penting disebut, ada pula upaya menghilangkan peran negara dalam pengelolaan minyak dan gas, antara lain dengan membuka jalan bagi privatisasi Pertamina (Kurtubi, 2009).
Sementara di sisi lain, Islam mengajarkan bahwa air, padang gembala (hutan), dan api (energi) adalah milik bersama manusia (Hadits dari Abu Khuraisy). Dari sini bisa disimpulkan bahwa pertambangan minyak dan gas sebetulnya adalah milik bersama (umum). Haram untuk dimiliki oleh personal. Maka agar bisa dimanfaatkan oleh stakeholder, negaralah (sebagai wakil masyarakat umum) yang kemudian harus mengeksplorasi dan mengeksploitasinya. Jika dibutuhkan industri pengilangan maka negaralah yang harus membangunnya di mana status industri itu juga adalah milik umum (karena bahan bakunya yang berupa minyak atau gas adalah juga milik umum).
Dengan mengadopsi pandangan tersebut hilanglah ketidakjelasan status kepemilikan minyak dan gas di dalam perut bumi. Dengan begitu tertutup pula peluang model Production Sharing Contract yang memberikan porsi 15% bagi investor, apalagi model Kontrak Karya. Karena hakikatnya sekalipun 1% diberikan kepada investor, itu sudah mengurangi kebulatan 100% kepemilikan umum minyak dan gas tersebut. Selanjutnya, Pertamina pun akan tetap survive sebagai institusi yang berhak mengeksplorasi dan mengeksploitasi minyak dan gas negeri ini sekaligus menutup jalan privatisasi terhadapnya.

link

Kontrak Minyak dan Gas Irak Dilelang



Dalam lelang ditayangkan langsung lewat televisi, 30 perusahaan dari sektor energi internasional bisa menawar hak-hak atas penambangan gas dan minyak Irak. Seolah-olah permainan dengan hadiah luar biasa besar.
Bagi Bagdad ini salah satu cara memperoleh keuntungan sebesar milyaran dolar dan memulihkan citra buruk Irak sebagai birokrasi yang korup sehingga menjadi lebih transparan. Tapi pelelangan tender minyak berjalan sangat alot akibat kritik dalam negeri dan sikap berhati-hati masyarakat luar negeri.
British Petroleum dan perusahaan Cina CNPC memperoleh dua kontrak pertama. Mereka mengajukan tawaran bersama untuk, dalam 20 tahun mendatang, mengambil alih produksi ladang minyak sangat luas Rumaila, Irak Selatan, salah satu ladang minyak terbesar di dunia.
Dua perusahaan mendapatkan dua dolar per barrel minyak. Itu lebih sedikit daripada yang diminta. Perusahaan-perusahaan besar lain bahkan menarik kembali tawaran karena hanya memperoleh sebagian kecil penghasilan dari yang diminta sebelumnya.
Resiko finansialIni tampak peluang emas bagi maskapai minyak seperti Shell dan BP untuk kembali masuk Irak, 40 tahun setelah partai Baath pimpinan Saddam Hussein memutuskan menasionalisasi sebagian besar produksi minyak Irak. Tapi peluang itu juga diiringi resiko besar.
Pemenang lelang harus membayar bonus pendaftaran kepada Bagdad. Bonus itu bisa mencapai 500 juta dolar per ladang minyak. Di samping itu, dalam 20 tahun mendatang, produksi mereka harus mencapai tingkat tertentu. Kalau tidak, maka mereka akan dikenai denda besar.
KeamananMenurut pakar minyak Lucia van Geuns dari Institut Clingendael di Den Haag, situasi keamanan pun tidak terjamin. "Di ladang-ladang luas di bagian Syiah, Irak selatan, situasi keamanannya sangat buruk." Di wilayah itu terdapat perlawanan kuat terhadap lelang hak-hak minyak.
"Masyarakat setempat, tapi juga perusahaan lokal Southern Oil Company, perusahaan minyak Irak di selatan, sama sekali tidak mau perusahaan asing beroperasi di ladang mereka. Mereka merasa bisa melakukannya sendiri.
"Ini semacam nasionalisme sumber daya alam," ujar Lucia van Geungs. Beberapa analis memperingatkan akan terbentuknya 'Nigeria kedua' di Irak Selatan, termasuk sabotase pipa minyak dan penculikan karyawan asing.
Tidak ada kerangka yuridis bagi kontrak minyak. Parlemen masih harus membahas undang undang minyak dan gas. Awal tahun depan akan terbentuk pemerintah baru yang kemungkinan bisa menolak kontrak-kontrak yang dicapai sekarang.
Selain itu masih dipertanyakan apakah keuntungan kontrak bisa mengimbangi semua ongkos.
Dengan kontrak-kontrak yang ditawarkan, maskapai minyak dan gas hanya bisa mengambil keuntungan beberapa dolar tertentu per barrel, bukan persentase dari keuntungan. Jadi kalau harga minyak tinggi, Iraklah yang untung. Maskapai minyak yang ikut lelang hanya bisa berharap akan tender-tender lebih baik di masa mendatang.
ShellSelain kontrak yang telah disepakati, masih belum jelas maskapai apa mengincar ladang minyak dan gas mana. "Itu sama sekali tidak diketahui. Kami hanya tahu Royal Dutch Shell tertarik pada dua ladang besar di utara, terutama ladang Kirkuk," kata Van Geuns.
Masih dipertanyakan apakah Shell benar-benar percaya akan suksesnya tender yang sekarang. Sama seperti banyak pihak asing lainnya, perusahaan ini skeptis melihat banyaknya resiko. Kendati demikian semua pihak tetap ikut lelang. Dalam hal ini peluang untuk bisa masuk Irak tampaknya lebih penting.
Skenario keuntunganTender sukses bisa sangat menguntungkan Irak. Bonus pendaftaran akan bisa langsung mendorong perekonomian yang sangat buruk. Tahun-tahun belakangan Bagdad menginvestasi sebanyak delapan milyar dolar dalam industri minyak untuk meningkatkan produksi. Tapi upaya itu gagal.
Kalau tender ini berjalan sesuai diharapkan, maka produksi minyak diperkirakan akan meningkat tajam.Tidak lama sebelum lelang dimulai, menteri perminyakan Irak mengungkapkan harapannya atas 1,7 milyar dolar untuk kas negara. Sementara laba perusahaan minyak asing hanya 300 milyar dolar.
Pemerintah ingin memakai semua pemasukan ini untuk prasarana, pembangunan rumah, rumah sakit dan sekolah. Dengan alasan-alasan ini, pemerintah Bagdad berharap bisa meredakan kritik internasional. Untuk sementara, baik kaum Kurdi di utara maupun kaum Syiah di selatan tidak yakin.

Tragedi Migas Indonesia


Apa kaitannya UU No. 22/2001 tentang Minyak dan Gas (Migas) dengan lumpur Lapindo? Tentu sangat erat. Dalam suatu seminar di Institut Teknologi Indonesia di kota Tangerang Selatan Juni 2009 lalu, dinjelaskan keluarnya tragedi material (seperti lumpur) dari dalam perut bumi saat pengeboran minyak bukanlah yang pertama kali terjadi di Indonesia. Ada 13 kejadian hampir mirip yang pernah dialami oleh Pertamina ketika masih memegang penuh kewenangan eksplorasi dan eksploitasi perminyakan di Indonesia. Seluruhnya berhasil ditangani dengan lebih cepat dan lebih baik.
UU Migas tersebut lahir menggantikan UU No. 8/1971. Dengan itu beralihlah Kuasa Pertambangan (KP) dari Pertamina ke Menteri ESDM. Makna Kuasa Pertambangan di sini adalah wewenang untuk melakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi. Di dalam pasal 12, KP tersebut selanjutnya diserahkan kepada para pelaku usaha. Di kemudian hari, Mahkamah Konstitusi menghapus kata “wewenang” itu.
Menurut Kurtubi, di sinilah pangkal soalnya. Kontrak kerjasama migas ditandatangani oleh BP Migas dan investor, padahal BP Migas tidak memiliki Kuasa Pertambangan. Di samping itu, sebagai lembaga pemerintah yang menjadi pengendali kekayaan migas nasional, BP Migas berstatus BHMN yang tidak memiliki peralatan & personel, dan yang terutama dia bukanlah perusahaan. Saat terjadi kasus lumpur Lapindo, kelemahan BP Migas di lapangan menjadi terbukti di mana langkah-langkah penanganannya menjadi sangat lamban. Akibatnya persoalan pun merumit, hingga tidak selesai-selesai sampai sekarang. Itu hanyalah satu contoh saja dari beberapa kesalahan lain yang fatal akibat penerapan UU Migas yang baru. Karenanya, UU tersebut harus dicabut, begitu seru Kurtubi.
Kita paham bahwa dalam skala kecil, misal sebuah perusahaan bisa berubah jika tersedia sesuatu sebagai change driver. Hal itu bisa berwujud teknologi atau yang lainnya. Masyarakat atau negara pun begitu. Change driver-nya bisa berupa peraturan atau UU. Peraturan yang baik dipastikan akan membawa perubahan yang baik kepada seluruh komponen masyarakat (dan tentunya negara).
Namun dalam hal pengelolaan pertambangan umum, negeri ini ternyata masih saja mewarisi skema konsesi jaman penjajahan Belanda, yakni model Kontrak Karya yang didasarkan atas Indische Mijnwet 1890. Model ini memiliki 2 kelemahan pokok:
1. Royalti yang diterima negara sangat kecil, sekitar 3% untuk emas, nikel, perak, tembaga, dan lainnya. Adapun untuk batubara sekitar 13,5%.2. Managemen sepenuhnya di tangan investor. Pemerintah tidak memiliki mekanisme untuk mengontrol produksi, biaya, harga jual, pemasaran dan lain-lain.
Memang untuk sektor migas keadaan lebih baik (?), dalam arti model Kontrak Karya seperti dalam pertambangan umum tidak dipakai. Gantinya adalah model Production Sharing Contract, di mana royalti yang didapat negara adalah 85% dan ada mekanisme kontrol terhadap investor, yakni dalam diri BP Migas. Namun harus diingat, sisa potensi penerimaan yang 15% lepas ke investor (masih suatu jumlah yang sangat besar). Tambahan lagi, BP Migas tidak mempunyai benchmark dari pengalaman sendiri atas biaya-biaya yang dikeluarkan oleh Kontraktor PSC tersebut. Karena itu BPK dan BPKP pernah menemukan potensi kerugian yang sangat besar di BP Migas sehingga kini ada 17 negative list yang tidak boleh dimasukkan ke dalam komponen cost recovery.
Padahal ke depan, sumberdaya hidrokarbon Indonesia masih sangat menjanjikan bagi para investor. Ada sekitar 120 cekungan yang relatif besar dengan minyak dan gas yang terjebak di dalamnya. Rasio Reserves to Production negeri ini adalah 23 tahun untuk minyak, 62 tahun untuk gas dan 146 tahun untuk batubara. Artinya, untuk gas saja selama 62 tahun ke depan masih akan bisa dinikmati oleh rakyat Indonesia (?).
Karena itu perlu ada perubahan pola fikir dan peraturan dari penyelenggara negara yang harus didukung oleh berbagai komponen masyarakat Indonesia yang (insya Allah) religius ini. Sehingga kesalahan tadi dan lainnya seperti penjualan LNG Tangguh yang diserahkan kepada perusahaan minyak BP ke Cina tahun 2002 tidak boleh terulang di mana ada potensi kerugian negara sekitar US$ 75 milyar selama 25 tahun dari tahun itu! Belum lagi adanya ketidakjelasan status kepemilikan atas cadangan minyak dan gas yang ada di perut bumi akibat UU Migas tersebut. Dan yang tidak kalah penting disebut, ada pula upaya menghilangkan peran negara dalam pengelolaan minyak dan gas, antara lain dengan membuka jalan bagi privatisasi Pertamina (Kurtubi, 2009).
Sementara di sisi lain, Islam mengajarkan bahwa air, padang gembala (hutan), dan api (energi) adalah milik bersama manusia (Hadits dari Abu Khuraisy). Dari sini bisa disimpulkan bahwa pertambangan minyak dan gas sebetulnya
adalah milik bersama (umum). Haram untuk dimiliki oleh personal. Maka agar bisa dimanfaatkan oleh stakeholder, negaralah (sebagai wakil masyarakat umum) yang kemudian harus mengeksplorasi dan mengeksploitasinya. Jika dibutuhkan industri pengilangan maka negaralah yang harus membangunnya di mana status industri itu juga adalah milik umum (karena bahan bakunya yang berupa minyak atau gas adalah juga milik umum).
Dengan mengadopsi pandangan tersebut hilanglah ketidakjelasan status kepemilikan minyak dan gas di dalam perut bumi. Dengan begitu tertutup pula peluang model Production Sharing Contract yang memberikan porsi 15% bagi investor, apalagi model Kontrak Karya. Karena hakikatnya sekalipun 1% diberikan kepada investor, itu sudah mengurangi kebulatan 100% kepemilikan umum minyak dan gas tersebut. Selanjutnya, Pertamina pun akan tetap survive sebagai institusi yang berhak mengeksplorasi dan mengeksploitasi minyak dan gas negeri ini sekaligus menutup jalan privatisasi terhadapnya.

Realisasi Pajak Minyak & Gas tak Capai Target


Realisasi penerimaan pajak minyak dan gas mencapai Rp565,7 triliun atau 97,99% dari target sebelumnya Rp577 triliun.
Hal itu disampaikan Direktorat Jenderal Pajak M.Tjiptardo pada Senin (4/1). Target penerimaan pajak non migas sekitar Rp528 triliun hingga 31 Desember 2009. Sedangkan realisasi penerimaan pajak sekitar
Rp515,7 triliun dibanding realisasi penerimaan periode yang sama pada 2008 sekitar Rp494 miliar.
Tjiptardo mengatakan, realisasi penerimaan pajak selama 5 tahun terakhir setiap tahunnya mengalami pertumbuhan lebih dari 18 persen kecuali pada 2009. Pada 2005 sekitar 21,90 persen, 2006 sekitar 19,56
persen,2007 sekitar 21,39%, 2008 sekitar 29,27% dan 2009 sekitar 4,38%.
Penerimaan pajak pada Januari hingga Desember 2009 dengan rincian PPh Non Migas mencapai Rp267 triliun atau sebesar 91,88% dari rencana penerimaan sebesar Rp291,17 triliun. PPN dan PPnBM mencapai Rp214 triliun atau sebesar 105,55% dari rencana 2009 sekitar Rp203,08 triliun.
PBB mencapai Rp24,27 triliun atau sebesar 101,71 persen dari rencana 2009 sekitar Rp23,863 triliun. Untuk BPHTB mencapai
Rp6,461 triliun atau sebesar 92,57% dari rencana 2009 sekitar Rp6,979 triliun dan pajak lainnya mencapai Rp3,249 triliun.[san/cms]

link

Sumbangan Teknik Remote Sensing untuk Melacak Lokasi Minyak dan Gas Bumi


Bumi memiliki permukaan dan variabel yang sangat kompleks. Relief topografi bumi dan komposisi materialnya menggambarkan bebatuan pada mantel bumi dan material lain pada permukaan dan juga menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan. Masing-masing tipe bebatuan, patahan di muka bumi atau pengaruh-pengaruh gerakan kerak bumi serta erosi dan pergeseran-pergeseran muka bumi menunjukkan perjalanan proses hingga membangun muka bumi seperti saat ini. Proses ini dapat difahami melalui disiplin ilmu geo-morfologi.
Eksplorasi sumber daya mineral merupakan salah satu aktifitas pemetaan geologi yang penting. Pemetaan geologi sendiri mencakup identifikasi pembentukan lahan (landform), tipe bebatuan, struktur bebatuan (lipatan dan patahannya) dan gambaran unit geologi. Saat ini hampir seluruh deposit mineral di permukaan dan dekat permukaan bumi telah ditemukan. Karenanya pencarian sekarang dilakukan pada lokasi deposit jauh di bawah permukaan bumi atau pada daerah-daerah yang sulit dijangkau. Metode geo-fisika dengan kemampuan penetrasi ke dalam permukaan bumi secara umum diperlukan dalam memastikan keberadaan deposit ini ËÎinyak bumi dan gas dalam pembicaraan kita-. Akan tetapi informasi awal tentang kawasan berpotensi untuk eksplorasi mineral lebih banyak dapat diperoleh melalui interpretasi ciri-ciri khusus permukaan bumi pada foto udara atau citra satelit.
Belakangan analisa menggunakan citra satelit lebih banyak dilakukan daripada foto udara, karena citra satelit memiliki beberapa nilai lebih, seperti:
1. mencakup area yang lebih luas, sehingga memungkinkan dilakukan analisa dalam skala regional, yang seringkali menguntungkan untuk memperoleh gambaran geologis area tersebut;
2. memiliki kemungkinan penerapan sensor pendeteksi multi-spektral dan bahkan hiper-spektral yang nilainya dituangkan secara kuantitatif (disebut derajat keabuan atau Digital Number dalam remote sensing), sehingga memungkinan aplikasi otomatis pada komputer untuk memahami dan mengurai karakteristik material yang diamati;
3. memungkinkan pemanfaatkan berbagai jenis data, seperti data sensor optik dan sensor radar, serta juga kombinasi data lain seperti data elevasi permukaan bumi, data geologi, jenis tanah dan lain-lain, sehingga dapat ditentukan solusi baru dalam menentukan antar-hubungan berbagai sifat dan fenomena pada permukaan bumi.
Tulisan singkat ini akan mengupas bagaimana minyak dan gas bumi tersimpan di perut bumi, bagaimana hubungan lokasi tersimpannya mineral ini dengan struktur bebatuan di dalamnya. Proses rangkaian eksplorasi dijelaskan secara umum. Kemudian untuk menjelaskan potensi teknik remote sensing dalam menemukan lokasi tersebut, akan dijelaskan tentang fungsi pemetaan geologi dan hubungannya dengan pendugaan struktur bebatuan di bawah permukaan bumi, tempat yang memungkinkan ditemukannya minyak dan gas bumi.
Proses Pembentukan
Minyak dan gas dihasilkan dari pembusukan organisma, kebanyakannya tumbuhan laut (terutama ganggang dan tumbuhan sejenis) dan juga binatang kecil seperti ikan, yang terkubur dalam lumpur yang berubah menjadi bebatuan. Proses pemanasan dan tekanan di lapisan-lapisan bumi membantu proses terjadinya minyak dan gas bumi. Cairan dan gas yang membusuk berpindah dari lokasi awal dan terperangkap pada struktur tertentu. Lokasi awalnya sendiri telah mengeras, setelah lumpur itu berubah menjadi bebatuan.
Minyak dan gas berpindah dari lokasi yang lebih dalam menuju bebatuan yang cocok. Tempat ini biasanya berupa bebatuan-pasir yang berporos (berlubang-lubang kecil) atau juga batu kapur dan patahan yang terbentuk dari aktifitas gunung berapi bisa berpeluang menyimpan minyak. Yang paling penting adalah bebatuan tempat tersimpannya minyak ini, paling tidak bagian atasnya, tertutup lapisan bebatuan kedap. Minyak dan gas ini biasanya berada dalam tekanan dan akan keluar ke permukaan bumi, apakah dikarenakan pergerakan alami sebagian lapisan permukaan bumi atau dengan penetrasi pengeboran. Bila tekanan cukup tinggi, maka minyak dan gas akan keluar ke permukaan dengan sendirinya, tetapi jika tekanan tak cukup maka diperlukan pompa untuk mengeluarkannya.
Proses Eksplorasi: Pemetaan Lineaments, Lithologic dan Geo-botanic
Eksplorasi sumber minyak dimulai dengan pencarian karakteristik pada permukaan bumi yang menggambarkan lokasi deposit. Pemetaan kondisi permukaan bumi diawali dengan pemetaan umum (reconnaissance), dan apabila ada indikasi tersimpannya mineral, dimulailah pemetaan detil. Kedua pemetaan ini membutuhkan kerja validasi lapangan, akan tetapi kerja pemetaan ini sering lebih mudah jika dibantu foto udara atau citra satelit. Setelah proses pemetaan, kerja eksplorasi lebih intensif pada metoda-metoda geo-fisika, terutama seismik, yang dapat memetakan konstruksi bawah permukaan bumi secara 3-dimensi untuk menemukan lokasi deposit secara tepat. Kemudian dilakukan uji pengeboran.
Sumbangan teknik remote sensing terutama diberikan pada proses pemetaan, yaitu pemetaan lineaments, jenis bebatuan di permukaan bumi dan jenis tetumbuhan.
Eksplorasi minyak dan gas bumi selalu bergantung pada peta permukaan bumi dan peta jenis-jenis bebatuan serta struktur-struktur yang memberi petunjuk akan kondisi di bawah permukaan bumi dengan yang cocok untuk terjadinya akumulasi minyak dan gas. Remote sensing berpotensi dalam penentuan lokasi deposit mineral ini melalui pemetaan lineaments. Lineaments adalah penampakan garis dalam skala regional sebagai akibat sifat geo-morfologis seperti alur air, lereng, garis pegunungan, dan sifat menonjol lain yang menampak dalam bentuk zona-zona patahan. Dengan menggunakan citra satelit gambaran keruangan alur air misalnya dapat dilihat dalam skala luas, sehingga kemungkinan mencari relasi keruangan untuk lokasi deposit mineral lebih besar.
Pemetaan lineament walaupun dapat dilakukan secara monoskopik (menggunakan satu citra), tetapi akan lebih produktif jika digabungkan dengan pemetaan lithologic atau pemetaan unit-unit bebatuan yang dilakukan secara stereoskopik (yang dapat mendeteksi ketinggian, karena dilakukan pada dua buah citra stereo). Kalangan ahli geologi meyakini bahwa refleksi gelombang elektromagnetik pada kisaran 1,6 sampai 2,2 mikrometer (=10-6 meter) atau pada spektrum pertengahan infra-merah (1,3 ¡¦3,0 mikrometer) sangat cocok untuk eksplorasi mineral dan pemetaan lithologic. Keberhasilan pemetaan ini bergantung pada bentuk topografi dan karakteristik spektral sebagaimana diamati citra satelit. Untuk kawasan yang dipenuhi tumbuhan, mesti dilakukan pendekatan geo-botanic, yaitu pengetahuan tentang hubungan antara jenis tetumbuhan dengan kebutuhan nutrisi serta air pada tanah tempat tumbuhan ini tumbuh. Dengan demikian distribusi tetumbuhan pun dapat menjadi indikator dalam mendeteksi komposisi tanah dan material bebatuan di bawahnya.
Interpretasi citra dalam menemukan garis-garis patahan geologis memang membutuhkan keahlian tersendiri. Jika hanya mengandalkan lineaments, maka beberapa riset menunjukkan cukup banyak perbedaan interpretasi. Karenannya data garis ini dikorelasikan dengan karakteristik lain yang tertangkap sensor remote sensing, yaitu jenis bebatuan, yang merupakan cerminan mineralisasi permukaan bumi. Studi tentang jenis bebatuan dan respon spektral sangat membantu pencarian permukaan di mana deposit mineral tersimpan.

Teknologi Pengembangan Ladang


Keberhasilan yang diraih dari pemboran sumur eksplorasi Berukang-1 pada tahun 1994 memaksa UIC (Unocal Indonesia Company) melakukan akusisi data seismik 3D di daerah lepas pantai laut-dalam pada tahun 1995. Hal ini dilanjutkan dengan pekerjaan pemboran sumur eksplorasi laut-dalam yang dilaksanakan berdasarkan keberhasilan yang sudah dicapai, dari sudut pandang teknologi pemboran maupun pemodelan geologi, dari sumur laut-dalam pertama di Indonesia yaitu Merah Besar-1 pada tahun 1996. Mengikuti jejak keberhasilan penemuan ladang Merah Besar, maka pada tahun 1997 akusisi data seismik 3D yang mencakup luas daerah 2.200 kilometer persegi kembali dilakukan di daerah PSC Selat Makasar. Diawali dengan keberhasilan yang sudah dicapai dan pemboran sumur West Seno-2, berikut 7 sumur eksplorasi selanjutnya, dari West Seno-1 sampai dengan West Seno-8, maka pada tahun 1998 lapangan West Seno ditemukan.
Pekerjaan pengembangan ladang West Seno ini adalah mengikuti jejak keberhasilan pekerjaan pemboran 8 sumur eksplorasi pada struktur geologi West Seno yang dimulai pada pertengahan tahun 1998 sampai dengan kwartal pertama tahun 1999. Program pengambilan data bawah permukaan yang menyeluruh dilakukan selama pemboran sumur eksplorasi yang mencakup akusisi data seismik 3D, data log, data tekanan dan fluida formasi MDT, data DST, dan konvensional contoh bantuan atau core samples. Evaluasi dari data-data tersebut yang ditunjang juga oleh interpretasi data seismik dan simulasi sifat dinamik dari reservoir, akan dapat memberikan hasil perhitungan dasar jumlah cadangan untuk lapangan West Seno.
Teknologi Pengembangan Ladang
Unocal Makassar mengembangkan West Seno dengan konsep dasar pengembangan bertahap (dalam dua fase) dengan mengacu pada konsep teknologi yang baru pertama kali diterapkan di bumi Indonesia yaitu penggunaan dua buah anjungan lepas pantai jenis TLP (Tension Leg Platform), sebuah FPU (Floating Production Unit), dan sepasang sistim pipa laut (pipeline) yang langsung dihubungkan dengan jaringan yang ada di darat untuk menyalurkan produk ke infrastruktur di pantai (Gambar 2).
Awal projek pengembangan lapangan West Seno ditandai dengan dipasangnya anjungan TLP A, sebagai anjungan pertama, pada bulan Februari, tahun 2003 (Gambar 3). Pengembangan Fase 1 ini dilanjutkan dengan operasi pemboran sumur pengembangan pada tanggal 19 Maret 2003. Pemboran sumur pengembangan pada anjungan TLP A ini direncanakan akan berjumlah 28 buah, dan akan diselesaikan pada akhir tahun 2004. Sumur-sumur ini akan digunakan untuk mengeksploitasi sumber hidrokarbon di bagian utara dari ladang West Seno. Sehingga TLP A akan mendukung 28 sumur dan sebuah tender-assist drilling rig. Hal ini merupakan aplikasi pertama bagi sebuah tender-assist drilling rig dalam suatu lingkungan perairan-dalam. Selanjutnya TLP A dihubungkan dengan FPU di sebelahnya tempat dimana minyak dan gas mengalami proses produksi.
Fase 2 meliputi penambahan TLP ke dua, yang dipasang pada jarak 3 mil dari TLP A dan penambahan hingga 24 sumur, sesuai dengan kapasitas TLP-nya, di bagian selatan dari ladang. Instalasi anjungan TLP B ini, direncanakan akan dimulai pada kwartal terakhir tahun 2005, dan sumur pegembangan yang akan dibor pada anjungan ini berjumlah 20 sumur yang akan dimulai pada kwartal pertama tahun 2006.Sejauh ini kita sudah berkali-kali menyebut kata “TLP”. Sudahkah Anda paham betul dengan istilah yang satu itu. Kalau belum, silakan Anda menyimak artikel-artikel saya sebelumnya.
TLP A West Seno
Sebenarnya, secara terminologi teknis, TLP A yang sudah dipasang pada bulan Februari 2003 di Ladang West Seno itu masih termasuk dalam kategori “Mini-TLP”. Meski demikian, jika Anda lihat Gambar.3(a) tentunya Anda bisa membayangkan betapa besarnya bangunan ini jika dibandingkan dengan bangunan-bangunan darat pada umumnya. TLP ini memiliki berat geladak dan lambung masing-masing adalah 1.700 ton dan 4.800 ton. Tendon dari TLP panjangnya mencapai 975,6 m (3.200 ft) yang tersusun dari 18 segmen pipa baja dengan panjang masing-masing 50,3 m (165 ft), dimana segmen paling atas dan paling bawah, masing-masing digunakan sebagai penghubung ke bagian kolom TLP dan dasar laut. Sementara itu besar diameter tendonnya 26 inci dengan ketebalan dinding pipa 1,036 inci. Dengan panjangnya tendon serta relatif kecil diameternya, maka akan nampak “laksana seutas benang yang menahan gempuran ombak dan arus” saja jika anjungan ini tengah beroperasi di tengah lautan. Bahkan saat beroperasi, akibat terjangan gelombang dan arus laut, bagian platform dari TLP ini bisa bergerak surge (maju-mundur) sejauh tidak kurang dari 50 m dari posisi vertikalnya.
Di sisi lain, teknologi TLP ini sekaligus juga telah memperlihatkan untuk pertama kalinya performans gabungan dari beberapa aspek desain yang meliputi : riser produksinya yang bersifat fixed, non-stroking tensioners, sambungannya sebagian besar berupa sambungan ulir dan kopel serta operasi pengeborannya mampu untuk tender supported.

Pengembangan Ladang Minyak West Seno (1)


Berbicara tentang minyak dan gas bumi tentu tidaklah asing bagi kita orang Indonesia. Selain Indonesia termasuk salah satu gudang sumber daya alam ini, baik di darat maupun di lautan, setidaknya akhir-akhir ini telah akrab bagi kita bagaimana kita dibuat pontang-panting dengan makin melambungnya harga komoditas ini yang terjadi hampir tiap tahun. Tentu saja hal ini disebabkan oleh banyak faktor, mulai dari masalah teknis sampai akibat faktor politis.
Salah satu sebab yang jelas adalah karena makin sulit dan dibutuhkannya investasi yang sangat besar untuk mendapatkan sumber energi ini. Sebagai salah satu sumber energi yang tidak dapat diperbaharukan (non-renewable), tentu saja dari waktu ke waktu cadangannya akan semakin berkurang sehingga upaya untuk mendapatkannya menjadi semakin berkonsekuensi tinggi. Tahukah Anda bahwa untuk memenuhi kebutuhan ini manusia rela menuju ke lautan lepas, bahkan hingga ke kedalaman lautan lebih dari 1.000 meter? Yah, selama belum ada sumber energi alternatif yang lebih mudah didapatkan oleh khalayak umum, maka rasanya dimana pun adanya sumber hidrokarbon ini, ke situ pula manusia akan datang, tak terkecuali di lautan yang sangat dalam sekalipun.
Bagaimana halnya di Indonesia, apakah juga sudah sejauh itu keadaannya? Tulisan ini akan mengupas sedikit lebih dalam tentang ladang minyak dan gas bumi pertama di Indonesia yang dikembangkan di perairan-dalam, bahkan sangat-dalam (ultra deepwater). Apa dan bagaimana teknologi yang terkait dengan pengembangan ladang ini.
Ladang West Seno
Terletak di area berkedalaman 2.400 ft hingga hingga 3.400 ft, West Seno Field menjadi ladang minyak dan gas pertama di Indonesia yang dikembangkan di perairan-dalam. Ladang West Seno, yang terletak di areal PSC (Production Sharing Contract) selat Makasar (Gambar 1), telah ditemukan oleh Unocal pada tahun 1998. Terletak sekitar 118 mil (190 km) sebelah timur laut Balikpapan provinsi Kalimantan Timur di lereng kontinental delta Mahakam Utara, sekitar 50 km dari ladang Attaka. Produksi perdana dari lapangan West Seno ini dimulai pada tanggal 5 Agustus 2003 dan diharapkan dari fase yang pertama ini produksinya akan mencapai tingkat rata-rata berkisar antara 30.000 sampai dengan 40.000 barrel minyak perhari (barrels of oil per day, BOPD). Sementara itu dengan rampungnya Fase 1 pada akhir 2003 diharapkan mampu menghasilkangross production mencapai 35.000 hingga 40.000 BOPD dan meningkat lagi pada tahun 2004 sejalan dengan berlanjutnya program pengembangannya.
Produksi hariannya diharapkan mencapai puncaknya sebesar 60.000 BOPD (8,220 metrik ton) dan gas sebesar 150 juta kubik feet perhari (4,2 juta meter kubik) pada akhir 2005 dengan selesainya Fase 2 dari pengembangan ladang West Seno tersebut. Sebagai pengelola, Unocal

Makassar berharap bisa mendapatkan 210 hingga 320 juta barrel (29 sampai 44 juta metrikton) ekivalen-minyak dari ladang West Seno ini.

Produksi Minyak dan Gas PERTAMINA EP Mencapai Rekor Tertinggi



Produksi Minyak Pertamina EP kembali menembus rekor tertinggi pencapaian produksi dengan tingkat produksi sebesar 136.504 barrel per hari atau 11.004 barel lebih tinggi dari target 2009 sebesar 125.500 barel per hari. Rekor produksi ini melengkapi pencapaian produksi tertinggi Pertamina (Persero) yang menembus 184.158 barrel per hari termasuk tambahan produksi Minyak Pertamina Hulu Energi (PHE) 47.654 barrel per hari. Pencapaian ini merupakan salah satu keberhasilan transformasi Pertamina di bidang upstream untuk lebih fokus dalam mencari langkah-langkah terobosan untuk mendapatkan cadangan baru dan meningkatkan produksi Pertamina. Hasil ini memberikan oprimisme Pertamina untuk menjadi operator Minyak & Gas terkemuka di Indonesia yang memiliki kemampuan untuk meningkatkan produksi dari tahun ke tahun.
Disamping Minyak, produksi Gas Pertamina juga menunjukkan pencapaian terbaik dengan total produksi Gas 1455 juta kaki kubik perhari (MMSCFD) yang merupakan kontribusi Pertamina EP 1090 MMSCFD dan PHE sebesar 365 MMSCFD. Pencapaian ini 15,8% diatas target Pertamina (Persero) sebesar 1256 MMSCFD. Dengan mempertahankan produksi di level ini, Pertamina EP maupun Pertamina (Persero) optimis dapat melampaui target tahunan 2009. Pertamina merupakan produsen gas terbesar untuk kebutuhan domestik. Dari jumlah tersebut 28% dipasok kepada Perusahaan Gas Negara (PGN), 22% untuk memenuhi kebutuhan industri, 18% untuk industri pupuk, 18% untuk passokan ke pembangkit listrik, dan 14% lainnya untuk kebutuhan Kilang Pertamina & pemakaian sendiri.
Produksi Minyak Pertamina EP terus mengalami peningkatan sejak 2003 dengan tingkat pertumbuhan rata-rata (Capital Average Gross Ratio/CAGR) mencapai 3,1% dari level produksi 95,6 ribu barrel per hari (MBOPD) di 2003 menjadi 102,2 MBOPD di 2006. Produksi ini mengalami pertumbuhan 6,7% di 2007 menjadi 110,3 MBOPD dan diperkirakan akan kembali naik sebesar 7,8% di 2008. Produksi rata-rata Pertamina EP 2008 telah mencapai 116,6 MBOPD. Pada 2009 Pertamina EP menargetkan tingkat pertumbuhan produksi minyak sebesar 6,2% dengan target produksi 125,5 MBOPD.
Pertamina EP merupakan Anak Perusahaan Pertamina (Persero) yang bergerak di bidang eksplorasi dan eksploitasi Minyak dan Gas di dalam negeri, sekaligus tercatat sebagai penyumbang keuntungan terbesar diantara seluruh unit bisnis dan anak perusahaan Pertamina (Persero). Total keuntungan Pertamina EP terus meningkat dari tahun ke tahun, pada 2006 laba sebelum pajak Pertamina EP sebesar Rp. 11,29 Trilyun, di 2007 naik menjadi Rp. 15,16 Trilyun dan mencapai keuntungan tertinggi pada 2008 sebasar Rp. 19,08 Trilyun atau lebih dari 70% total keuntungan Pertamina (Persero) . Pertamina EP juga menjadi satu-satunya produsen migas di Indonesia yang optimis dapat meningkatkan produksi minyak buminya. Berdasarkan data BPMIGAS, saat ini Pertamina EP menempati posisi kedua dalam peringkat 10 besar produsen Minyak setelah Chevron dan juga urutan kedua Produsen Gas setelah Total Indonesia.

Minyak dan Gas Bumi Terbentuk Jutaan Tahun


Jakarta - Minyak bumi yang di eksplorasi dan dikonsumsi setiap hari lambat laun akan habis, sedangkan proses terbentuknya memakan waktu jutaan tahun. Ketersedian minyak bumi saat ini diperkirakan hanya mencukupi beberapa tahun saja seiring makin meningkatnya konsumsi. Seberapa lamakah minyak bumi yang selama ini dikonsumsi terbentuk di perut bumi?. Para ahli geologi umumnya sepakat bahwa proses terbentuknya lapisan minyak bumi dalam hitungan jutaan tahun. Batuan yang mengandung minyak bumi tertua diketahui berumur 600 juta tahun dan yang termuda berumur 1 juta tahun. Rata-rata batuan yang mengandung minyak bumi berumur antara 10 juta hingga 270 juta tahun.Tiga faktor utama dalam pembentukan Minyak dan gas bumi yaitu, bebatuan asal (source rock), perpindahan hidrocarbon dari bebatuan asal menuju bebatuan reservoir dan ketiga adanya jebakan (entrapment) geologis.Komponen pendukung terbentuknya minyak bumi berasal dari organisme tumbuhan dan hewan berukuran sangat kecil yang hidup dilautan purba yang mati dan terkubur, kemudian tertimbun pasir dan lumpur didasar laut selama jutaan tahun membentuk lapisan yang kaya zat organik yang akhirnya akan membentuk batuan endapan (sedimentary rock), proses ini akan terus berulang dimana satu lapisan akan menutupi lapisan sebelumnya selama jutaan tahun. Kemudian lapisan lautan tersebut ada yang menyusut dan berpindah tempat akibat pergeseran bumi.Deposit yang membentuk endapan tersebut umumnya tidak mengandung cukup oksigen untuk mendekomposisi material organik secara komplit. Bakteri mengurai zat ini, molekul demi molekul menjadi menjadi material yang kaya dengan kandungan hidrogen dan karbon. Dengan tekanan temperatur yang tinggi lapisan bebatuan diatasnya akan mendestilasi sisa bahan organik sedikit demi sedikit dan mengubahnya menjadi minyak dan gas bumi.Berdasarkan umur dan letak kedalamannya, minyak bumi digolongkan menjadi 4 jenis, pertama young-shallow, old-shallow, young-deep dan old-deep. Dari empat jenis minyak tersebut, Minyak jenis old-deep merupakan yang paling banyak dicari (sweet) karena dapat menghasilkan bensin (gasoline) lebih banyak dibandingkan dengan jenis lainnya.Memperhatikan proses terbentuknya minyak dan gas bumi yang rumit dan memakan waktu yang sangat lama, maka sudah seharusnya didalam mengkonsumisi energi dapat lebih bijak, efisien dan tepat guna, sehingga penggunaan energi fosil dapat ditekan.

Perangkap Kombinasi&Perangkap Hidrodinamik




Kemudian perangkap yang selanjutnya adalah perangkap kombinasi antara struktural dan stratigrafi. Dimana pada perangkap jenis ini merupakan faktor bersama dalam membatasi bergeraknya atau menjebak minyak bumi. Dan, pada jenis perangkap ini, terdapat leboh dari satu jenis perangkap yang membenuk reservoar. Sebagai contohnya antiklin patahan, terbentuk ketika patahan memotong tegak lurus pada antiklin. Dan, pada perangkap ini kedua perangkapnya tidak saling mengendalikan perangkap itu sendiri.
Perangkap Hidrodinamik
Kemudian perangkap yang terakhir adalah perangkap hidrodinamik. Perangkap ini sangta jarang karena dipengaruhi oleh pergerakan air. Pergerakan air ini yang mampu merubah ukuran pada akumulasi minyak bumi atau dimana jebakan minyak bumi yang pada lokasi tersebut dapat menyebabkan perpindahan. Kemudian perangkap ini digambarkan pergerakan air yang biasanya dari iar hujan, masuk kedalam reservoar formasi, dan minyak bumi bermigrasi ke reservoar dan bertemu untuk migrasi ke atas menuju permukaan melalui permukaan air. Kemudian tergantung pada keseimbangan berat jenis minyak, dan dapat menemukan sendiri, dan tidak dapat bergerak ke reservoar permukaan karena tidak ada jebakan minyak yang konvensional.


Jenis-Jenis Perangkap Minyak Bumi


Dalam Sistem Perminyakan, memiliki konsep dasar berupa distribusi hidrokarbon didalam kerak bumi dari batuan sumber (source rock) ke batuan reservoar. Salah satu elemen dari Sistem Perminyakan ini adalah adanya batuan reservoar, dalam batuan reservoar ini, terdapat beberapa faktor penting diantaranya adalah adanya perangkap minyak bumi.
Perangkap minyak bumi sendiri merupakan tempat terkumpulnya minyak bumi yang berupa perangkap dan mempunyai bentuk konkav ke bawah sehingga minyak dan gas bumi dapat terjebak di dalamnya.
Perangkap minyak bumi ini sendiri terbagi menjadi Perangkap Stratigrafi, Perangkap Struktural, Perangkap Kombinasi Stratigrafi-Struktur dan perangkap hidrodinamik.
Perangkap Stratigrafi
Jenis perangkap stratigrafi dipengaruhi oleh variasi perlapisan secara vertikal dan lateral, perubahan facies batuan dan ketidakselarasan dan variasi lateral dalam litologi pada suatu lapisan reservoar dalam perpindahan minyak bumi. Prinsip dalam perangkap stratigrafi adalah minyak dan gas bumi terperangkap dalam perjalanan ke atas kemudian terhalang dari segala arah terutama dari bagian atas dan pinggir, hal ini dikarenakan batuan reservoar telah menghilang atau berubah fasies menjadi batu lain sehingga merupakan penghalang permeabilitas (Koesoemadinata, 1980, dengan modifikasinya). Dan jebakan stratigrafi tidak berasosiasi dengan ketidakselarasan seperti Channels, Barrier Bar, dan Reef, namun berasosiasi dengan ketidakselarasan seperti Onlap Pinchouts, dan Truncations.
Pada perangkap stratigrafi ini, berasal dari lapisan reservoar tersebut, atau ketika terjadi perubahan permeabilitas pada lapisan reservoar itu sendiri. Pada salah satu tipe jebakan stratigrafi, pada horizontal, lapisan impermeabel memotong lapisan yang bengkok pada batuan yang memiliki kandungan minyak. Terkadang terpotong pada lapisan yang tidak dapat ditembus, atau Pinches, pada formasi yang memiliki kandungan minyak. Pada perangkap stratigrafi yang lain berupa Lens-shaped. Pada perangkap ini, lapisan yang tidak dapat ditembus ini mengelilingi batuan yang memiliki kandungan hidrokarbon. Pada tipe yang lain, terjadi perubahan permeabilitas dan porositas pada reservoar itu sendiri. Pada reservoar yang telah mencapai puncaknya yang tidak sarang dan impermeabel, yang dimana pada bagian bawahnya sarang dan permeabel serta terdapat hidrokarbon.
Pada bagian yang lain menerangkan bahwa minyak bumi terperangkap pada reservoar itu sendiri yang Cut Off up-dip, dan mencegah migrasi lanjutan, sehingga tidak adanya pengatur struktur yang dibutuhkan. Variasi ukuran dan bentuk perangkap yang demikian mahabesar, untuk memperpanjang pantulan lingkungan pembatas pada batuan reservoar terendapkan.

Perangkap Struktural&Jebakan Patahan




Jenis perangkap selanjutnya adalah perangkap struktural, perangkap ini Jebakan tipe struktural ini banyak dipengaruhi oleh kejadian deformasi perlapisan dengan terbentuknya struktur lipatan dan patahan yang merupakan respon dari kejadian tektonik dan merupakan perangkap yang paling asli dan perangkap yang paling penting, pada bagian ini berbagai unsur perangkap yang membentuk lapisan penyekat dan lapisan reservoar sehingga dapat menangkap minyak, disebabkan oleh gejala tektonik atau struktur seperti pelipatan dan patahan (Koesoemadinata, 1980, dengan modifikasinya).
Jebakan Patahan
Jebakan patahan merupakan patahan yang terhenti pada lapisan batuan. Jebakan ini terjadi bersama dalam sebuah formasi dalam bagian patahan yang bergerak, kemudian gerakan pada formasi ini berhenti dan pada saat yang bersamaan minyak bumi mengalami migrasi dan terjebak pada daerah patahan tersebut, lalu sering kali pada formasi yang impermeabel yang pada satu sisinya berhadapan dengan pergerakan patahan yang bersifat sarang dan formasi yang permeabel pada sisi yang lain. Kemudian, minyak bumi bermigrasi pada formasi yang sarang dan permeabel. Minyak dan gas disini sudah terperangkap karena lapisan tidak dapat ditembus pada daerah jebakan patahan ini.


Sejarah penemuan minyak bumi



Eksplorasi atau pencarian minyak bumi merupakan suatu kajian panjang yang melibatkan beberapa bidang kajian kebumian dan ilmu eksak. Untuk kajian dasar, riset dilakukan oleh para geologis, yaitu orang-orang yang menguasai ilmu kebumian. Mereka adalah orang yang bertanggung jawab atas pencarian hidrokarbon tersebut.
Perlu diketahui bahwa minyak di dalam bumi bukan berupa wadah yang menyerupai danau, namum berada di dalam pori-pori batuan bercampur bersama air.
Kajian GeologiUntuk menentukan suatu daerah mempunyai potensi akan minyak bumi, maka ada beberapa kondisi yang harus ada di daerah tersebut. Jika salah satu saja tidak ada maka daerah tersebut tidak potensial atau bahkan tidak mengandung hidrokarbon. Kondisi itu adalah:Batuan Sumber (Source Rock)Yaitu batuan yang menjadi bahan baku pembentukan hidrokarbon. biasanya yang berperan sebagai batuan sumber ini adalah serpih. batuan ini kaya akan kandungan unsur atom karbon (C) yang didapat dari cangkang - cangkang fosil yang terendapkan di batuan itu. Karbon inilah yang akan menjadi unsur utama dalam rantai penyusun ikatan kimia hidrokarbon.Tekanan dan TemperaturUntuk mengubah fosil tersebut menjadi hidrokarbon, tekanan dan temperatur yang tinggi di perlukan. Tekanan dan temperatur ini akan mengubah ikatan kimia karbon yang ada dibatuan menjadi rantai hidrokarbon.Migrasi
Hirdokarbon yang telah terbentuk dari proses di atas harus dapat berpindah ke tempat dimana hidrokarbon memiliki nilai ekonomis untuk diproduksi. Di batuan sumbernya sendiri dapat dikatakan tidak memungkinkan untuk di ekploitasi karena hidrokarbon di sana tidak terakumulasi dan tidak dapat mengalir. Sehingga tahapan ini sangat penting untuk menentukan kemungkinan eksploitasi hidrokarbon tersebut.ReservoarAdalah batuan yang merupakan wadah bagi hidrokarbon untuk berkumpul dari proses migrasinya. Reservoar ini biasanya adalah batupasir dan batuan karbonat, karena kedua jenis batu ini memiliki pori yang cukup besar untuk tersimpannya hidrokarbon. Reservoar sangat penting karena pada batuan inilah minyak bumi di produksi.
Perangkap (Trap)Sangat penting suatu reservoar di lindungi oleh batuan perangkap. tujuannya agar hidrokarbon yang ada di reservoar itu terakumulasi di tempat itu saja. Jika perangkap ini tidak ada maka hidrokarbon dapat mengalir ketempat lain yang berarti ke ekonomisannya akan berkurang atau tidak ekonomis sama sekali. Perangkap dalam hidrokarbon terbagi 2 yaitu perangkap struktur dan perangkap stratigrafi.Kajian geologi merupakan kajian regional, jika secara regional tidak memungkinkan untuk mendapat hidrokarbon maka tidak ada gunanya untuk diteruskan. Jika semua kriteria di atas terpenuhi maka daerah tersebut kemungkinan mempunyai potensi minyak bumi atau pun gas bumi. Sedangkan untuk menentukan ekonomis atau tidaknya diperlukan kajian yang lebih lanjut yang berkaitan dengan sifat fisik batuan. Maka penelitian dilanjutkan pada langkah berikutnya.Kajian Geofisika
setelah kajian secara regional dengan menggunakan metoda geologi dilakukan, dan hasilnya mengindikasikan potensi hidrokarbon, maka tahap selanjutnya adalah tahapan kajian geofisika. Pada tahapan ini metoda - metoda khusus digunakan untuk mendapatkan data yang lebih akurat guna memastikan keberadaan hidrokarbon dan kemungkinannya untuk dapat di ekploitasi. Data-data yang dihasilkan dari pengukuran pengukuran merupakan cerminan kondisi dan sifat-sifat batuan di dalam bumi. Ini penting sekali untuk mengetahui apakan batuan tersebut memiliki sifat - sifat sebagai batuan sumber, reservoar, dan batuan perangkap atau hanya batuan yang tidak penting dalam artian hidrokarbon. Metoda-metoda ini menggunakan prinsip-prinsip fisika yang digunakan sebagai aplikasi engineering.Metoda tersebut adalah:Eksplorasi seismik
Ini adalah ekplorasi yang dilakukan sebelum pengeboran. kajiannya meliputi daerah yang luas. dari hasil kajian ini akan didapat gambaran lapisan batuan didalam bumi.Data resistivitiPrinsip dasarnya adalah bahwa setiap batuan berpori akan di isi oleh fluida. Fluida ini bisa berupa air, minyak atau gas. Membedakan kandungan fluida didalam batuan salah satunya dengan menggunakan sifat resistan yang ada pada fluida. Fluida air memiliki nilai resistan yang rendah dibandingkan dengan minyak, demikian pula nilai resistan minyak lebih rendah dari pada gas. dari data log kita hanya bisa membedakan resistan rendah dan resistan tinggi, bukan jenis fluida karena nilai resitan fluida berbeda beda dari tiap daerah. sebagai dasar analisa fluida perlu kita ambil sampel fluida didalam batuan daerah tersebut sebagai acuan kita dalam interpretasi jenis fluida dari data resistiviti yang kita miliki.Data berat jenis
Data ini diambil dengan menggunakan alat logging dengan bantuan bahan radioaktif yang memancarkan sinar gamma. Pantulan dari sinar ini akan menggambarkan berat jenis batuan. Dapat kita bandingkan bila pori batuan berisi air dengan batuan berisi hidrokarbon akan mempunyai berat jenis yang berbeda(Sumber Pusdiklat Migas Cepu)
Diposkan oleh Mochijar Endarjanto di

pertambangan batu bara



Pembentukan BatubaraProses perubahan sisa-sisa tanaman menjadi gambut hingga batubara disebut dengan istilah pembatubaraan (coalification). Secara ringkas ada 2 tahap proses yang terjadi, yakni:Tahap Diagenetik atau Biokimia, dimulai pada saat material tanaman terdeposisi hingga lignit terbentuk. Agen utama yang berperan dalam proses perubahan ini adalah kadar air, tingkat oksidasi dan gangguan biologis yang dapat menyebabkan proses pembusukan (dekomposisi) dan kompaksi material organik serta membentuk gambut.Tahap Malihan atau Geokimia, meliputi proses perubahan dari lignit menjadi bituminus dan akhirnya antrasit.Batubara di IndonesiaDi Indonesia, endapan batubara yang bernilai ekonomis terdapat di cekungan Tersier, yang terletak di bagian barat Paparan Sunda (termasuk Pulau Sumatera dan Kalimantan), pada umumnya endapan batubara ekonomis tersebut dapat dikelompokkan sebagai batubara berumur Eosen atau sekitar Tersier Bawah, kira-kira 45 juta tahun yang lalu dan Miosen atau sekitar Tersier Atas, kira-kira 20 juta tahun yang lalu menurut Skala waktu geologi.Batubara ini terbentuk dari endapan gambut pada iklim purba sekitar khatulistiwa yang mirip dengan kondisi kini. Beberapa diantaranya tegolong kubah gambut yang terbentuk di atas muka air tanah rata-rata pada iklim basah sepanjang tahun. Dengan kata lain, kubah gambut ini terbentuk pada kondisi dimana mineral-mineral anorganik yang terbawa air dapat masuk ke dalam sistem dan membentuk lapisan batubara yang berkadar abu dan sulfur rendah dan menebal secara lokal. Hal ini sangat umum dijumpai pada batubara Miosen. Sebaliknya, endapan batubara Eosen umumnya lebih tipis, berkadar abu dan sulfur tinggi. Kedua umur endapan batubara ini terbentuk pada lingkungan lakustrin, dataran pantai atau delta, mirip dengan daerah pembentukan gambut yang terjadi saat ini di daerah timur Sumatera dan sebagian besar Kalimantan.Endapan Batubara EosenEndapan ini terbentuk pada tatanan tektonik ekstensional yang dimulai sekitar Tersier Bawah atau Paleogen pada cekungan-cekungan sedimen di Sumatera dan Kalimantan.Ekstensi berumur Eosen ini terjadi sepanjang tepian Paparan Sunda, dari sebelah barat Sulawesi, Kalimantan bagian timur, Laut Jawa hingga Sumatera. Dari batuan sedimen yang pernah ditemukan dapat diketahui bahwa pengendapan berlangsung mulai terjadi pada Eosen Tengah. Pemekaran Tersier Bawah yang terjadi pada Paparan Sunda ini ditafsirkan berada pada tatanan busur dalam, yang disebabkan terutama oleh gerak penunjaman Lempeng Indo-Australia.[2] Lingkungan pengendapan mula-mula pada saat Paleogen itu non-marin, terutama fluviatil, kipas aluvial dan endapan danau yang dangkal.Di Kalimantan bagian tenggara, pengendapan batubara terjadi sekitar Eosen Tengah - Atas namun di Sumatera umurnya lebih muda, yakni Eosen Atas hingga Oligosen Bawah. Di Sumatera bagian tengah, endapan fluvial yang terjadi pada fasa awal kemudian ditutupi oleh endapan danau (non-marin).[2] Berbeda dengan yang terjadi di Kalimantan bagian tenggara dimana endapan fluvial kemudian ditutupi oleh lapisan batubara yang terjadi pada dataran pantai yang kemudian ditutupi di atasnya secara transgresif oleh sedimen marin berumur Eosen Atas.[3]Endapan batubara Eosen yang telah umum dikenal terjadi pada cekungan berikut: Pasir dan Asam-asam (Kalimantan Selatan dan Timur), Barito (Kalimantan Selatan), Kutai Atas (Kalimantan Tengah dan Timur), Melawi dan Ketungau (Kalimantan Barat), Tarakan (Kalimantan Timur), Ombilin (Sumatera Barat) dan Sumatera Tengah (Riau).Dibawah ini adalah kualitas rata-rata dari beberapa endapan batubara Eosen di Indonesia.Tambang Cekungan Perusahaan Kadar air total (%ar) Kadar air inheren (%ad) Kadar abu (%ad) Zat terbang (%ad) Belerang (%ad) Nilai energi (kkal/kg)(ad)Satui Asam-asam PT Arutmin Indonesia 10.00 7.00 8.00 41.50 0.80 6800Senakin Pasir PT Arutmin Indonesia 9.00 4.00 15.00 39.50 0.70 6400Petangis Pasir PT BHP Kendilo Coal 11.00 4.40 12.00 40.50 0.80 6700Ombilin Ombilin PT Bukit Asam 12.00 6.50 <8.00>Parambahan Ombilin PT Allied Indo Coal 4.00 - 10.00 (ar) 37.30 (ar) 0.50 (ar) 6900 (ar)(ar) - as received, (ad) - air dried, Sumber: Indonesian Coal Mining Association, 1998Endapan Batubara MiosenPada Miosen Awal, pemekaran regional Tersier Bawah - Tengah pada Paparan Sunda telah berakhir. Pada Kala Oligosen hingga Awal Miosen ini terjadi transgresi marin pada kawasan yang luas dimana terendapkan sedimen marin klastik yang tebal dan perselingan sekuen batugamping. Pengangkatan dan kompresi adalah kenampakan yang umum pada tektonik Neogen di Kalimantan maupun Sumatera. Endapan batubara Miosen yang ekonomis terutama terdapat di Cekungan Kutai bagian bawah (Kalimantan Timur), Cekungan Barito (Kalimantan Selatan) dan Cekungan Sumatera bagian selatan. Batubara Miosen juga secara ekonomis ditambang di Cekungan Bengkulu.Batubara ini umumnya terdeposisi pada lingkungan fluvial, delta dan dataran pantai yang mirip dengan daerah pembentukan gambut saat ini di Sumatera bagian timur. Ciri utama lainnya adalah kadar abu dan belerang yang rendah. Namun kebanyakan sumberdaya batubara Miosen ini tergolong sub-bituminus atau lignit sehingga kurang ekonomis kecuali jika sangat tebal (PT Adaro) atau lokasi geografisnya menguntungkan. Namun batubara Miosen di beberapa lokasi juga tergolong kelas yang tinggi seperti pada Cebakan Pinang dan Prima (PT KPC), endapan batubara di sekitar hilir Sungai Mahakam, Kalimantan Timur dan beberapa lokasi di dekat Tanjungenim, Cekungan Sumatera bagian selatan.Tabel dibawah ini menunjukan kualitas rata-rata dari beberapa endapan batubara Miosen di Indonesia.Tambang Cekungan Perusahaan Kadar air total (%ar) Kadar air inheren (%ad) Kadar abu (%ad) Zat terbang (%ad) Belerang (%ad) Nilai energi (kkal/kg)(ad)Prima Kutai PT Kaltim Prima Coal 9.00 - 4.00 39.00 0.50 6800 (ar)Pinang Kutai PT Kaltim Prima Coal 13.00 - 7.00 37.50 0.40 6200 (ar)Roto South Pasir PT Kideco Jaya Agung 24.00 - 3.00 40.00 0.20 5200 (ar)Binungan Tarakan PT Berau Coal 18.00 14.00 4.20 40.10 0.50 6100 (ad)Lati Tarakan PT Berau Coal 24.60 16.00 4.30 37.80 0.90 5800 (ad)Air Laya Sumatera bagian selatan PT Bukit Asam 24.00 - 5.30 34.60 0.49 5300 (ad)Paringin Barito PT Adaro 24.00 18.00 4.00 40.00 0.10 5950 (ad)(ar) - as received, (ad) - air dried, Sumber: Indonesian Coal Mining Association, 1998Sumberdaya BatubaraPotensi sumberdaya batubara di Indonesia sangat melimpah, terutama di Pulau Kalimantan dan Pulau Sumatera, sedangkan di daerah lainnya dapat dijumpai batubara walaupun dalam jumlah kecil dan belum dapat ditentukan keekonomisannya, seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah, Papua, dan Sulawesi.Di Indonesia, batubara merupakan bahan bakar utama selain solar (diesel fuel) yang telah umum digunakan pada banyak industri, dari segi ekonomis batubara jauh lebih hemat dibandingkan solar, dengan perbandingan sebagai berikut: Solar Rp 0,74/kilokalori sedangkan batubara hanya Rp 0,09/kilokalori, (berdasarkan harga solar industri Rp. 6.200/liter).Dari segi kuantitas batubara termasuk cadangan energi fosil terpenting bagi Indonesia. Jumlahnya sangat berlimpah, mencapai puluhan milyar ton. Jumlah ini sebenarnya cukup untuk memasok kebutuhan energi listrik hingga ratusan tahun ke depan. Sayangnya, Indonesia tidak mungkin membakar habis batubara dan mengubahnya menjadi energis listrik melalui PLTU. Selain mengotori lingkungan melalui polutan CO2, SO2, NOx dan CxHy cara ini dinilai kurang efisien dan kurang memberi nilai tambah tinggi.Batubara sebaiknya tidak langsung dibakar, akan lebih bermakna dan efisien jika dikonversi menjadi migas sintetis, atau bahan petrokimia lain yang bernilai ekonomi tinggi. Dua cara yang dipertimbangkan dalam hal ini adalah likuifikasi (pencairan) dan gasifikasi (penyubliman) batubara.Membakar batubara secara langsung (direct burning) telah dikembangkan teknologinya secara continue, yang bertujuan untuk mencapai efisiensi pembakaran yang maksimum, cara-cara pembakaran langsung seperti: fixed grate, chain grate, fluidized bed, pulverized, dan lain-lain, masing-masing mempunyai kelebihan dan kelemahannya.Gasifikasi BatubaraCoal gasification adalah sebuah proses untuk merubah batubara padat menjadi gas batu bara yang mudah terbakar (combustible gases), setelah proses pemurnian gas-gas ini CO (karbon monoksida), karbon dioksida (CO2), hidrogen (H), metan (CH4), dan nitrogen (N2) – dapat digunakan sebagai bahan bakar. hanya menggunakan udara dan uap air sebagai reacting-gas kemudian menghasilkan water gas atau coal gas, gasifikasi secara nyata mempunyai tingkat emisi udara, kotoran padat dan limbah terendah.Tetapi, batubara bukanlah bahan bakar yang sempurna. Terikat didalamnya adalah sulfur dan nitrogen, bila batubara ini terbakar kotoran-kotoran ini akan dilepaskan ke udara, bila mengapung di udara zat kimia ini dapat menggabung dengan uap air (seperti contoh kabut) dan tetesan yang jatuh ke tanah seburuk bentuk asam sulfurik dan nitrit, disebut sebagai "hujan asam" “acid rain”. Disini juga ada noda mineral kecil, termasuk kotoran yang umum tercampur dengan batubara, partikel kecil ini tidak terbakar dan membuat debu yang tertinggal di coal combustor, beberapa partikel kecil ini juga tertangkap di putaran combustion gases bersama dengan uap air, dari asap yang keluar dari cerobong beberapa partikel kecil ini adalah sangat kecil setara dengan rambut manusia.Bagaimana membuat batubara bersihAda beberapa cara. Contoh sulfur, sulfur adalah zat kimia kekuningan yang ada sedikit di batubara, pada beberapa batubara yang ditemukan di Ohio, Pennsylvania, West Virginia dan eastern states lainnya, sulfur terdiri dari 3 sampai 10 % dari berat batu bara, beberapa batu bara yang ditemukan di Wyoming, Montana dan negara-negara bagian sebelah barat lainnya sulfur hanya sekitar 1/100ths (lebih kecil dari 1%) dari berat batubara. Penting bahwa sebagian besar sulfur ini dibuang sbelum mencapai cerobong asap.Satu cara untuk membersihkan batubara adalah dengan cara mudah memecah batubara ke bongkahan yang lebih kecil dan mencucinya. Beberapa sulfur yang ada sebagai bintik kecil di batu bara disebut sebagai "pyritic sulfur " karena ini dikombinasikan dengan besi menjadi bentuk iron pyrite, selain itu dikenal sebagai "fool's gold” dapat dipisahkan dari batubara. Secara khusus pada proses satu kali, bongkahan batubara dimasukkan ke dalam tangki besar yang terisi air , batubara mengambang ke permukaan ketika kotoran sulfur tenggelam. Fasilitas pencucian ini dinamakan "coal preparation plants" yang membersihkan batubara dari pengotor-pengotornya.Tidak semua sulfur bisa dibersihkan dengan cara ini, bagaimanapun sulfur pada batubara adalah secara kimia benar-benar terikat dengan molekul karbonnya, tipe sulfur ini disebut "organic sulfur," dan pencucian tak akan menghilangkannya. Beberapa proses telah dicoba untuk mencampur batubara dengan bahan kimia yang membebaskan sulfur pergi dari molekul batubara, tetapi kebanyakan proses ini sudah terbukti terlalu mahal, ilmuan masih bekerja untuk mengurangi biaya dari prose pencucian kimia ini.Kebanyakan pembangkit tenaga listrik modern dan semua fasilitas yang dibangun setelah 1978 — telah diwajibkan untuk mempunyai alat khusus yang dipasang untuk membuang sulfur dari gas hasil pembakaran batubara sebelum gas ini naik menuju cerobong asap. Alat ini sebenarnya adalah "flue gas desulfurization units," tetapi banyak orang menyebutnya "scrubbers" — karena mereka men-scrub (menggosok) sulfur keluar dari asap yang dikeluarkan oleh tungku pembakar batubara.Membuang NOx dari batubaraNitrogen secara umum adalah bagian yang besar dari pada udara yang dihirup, pada kenyataannya 80% dari udara adalah nitrogen, secara normal atom-atom nitrogen mengambang terikat satu sama lainnya seperti pasangan kimia, tetapi ketika udara dipanaskan seperti pada nyala api boiler (3000 F=1648 C), atom nitrogen ini terpecah dan terikat dengan oksigen, bentuk ini sebagai nitrogen oksida atau kadang kala itu disebut sebagai NOx. NOx juga dapat dibentuk dari atom nitrogen yang terjebak didalam batubara.Di udara, NOx adalah polutan yang dapat menyebabkan kabut coklat yang kabur yang kadang kala terlihat di seputar kota besar, juga sebagai polusi yang membentuk “acid rain” (hujan asam), dan dapat membantu terbentuknya sesuatu yang disebut “ground level ozone”, tipe lain dari pada polusi yang dapat membuat kotornya udara.Salah satu cara terbaik untuk mengurangi NOx adalah menghindari dari bentukan asalnya, beberapa cara telah ditemukan untuk membakar barubara di pemabakar dimana ada lebih banyak bahan bakar dari pada udara di ruang pembakaran yang terpanas. Di bawah kondisi ini kebanyakan oksigen terkombinasikan dengan bahan bakar daripada dengan nitrogen. Campuran pembakaran kemudian dikirim ke ruang pembakaran yang kedua dimana terdapat proses yang mirip berulang-ulang sampai semua bahan bakar habis terbakar. Konsep ini disebut "staged combustion" karena batubara dibakar secara bertahap. Kadang disebut juga sebagai "low-NOx burners" dan telah dikembangkan sehingga dapat mengurangi kangdungan Nox yang terlepas di uadara lebih dari separuh. Ada juga teknologi baru yang bekerja seperti "scubbers" yang membersihkan NOX dari flue gases (asap) dari boiler batu bara. Beberapa dari alat ini menggunakan bahan kimia khusus yang disebut katalis yang mengurai bagian NOx menjadi gas yang tidak berpolusi, walaupun alat ini lebih mahal dari "low-NOx burners," namun dapat menekan lebih dari 90% polusi Nox.(Sumber Pusdiklat Migas Cepu)
link http://mochijar.blogspot.com/2009/02/pertambangan-batubara.html

Produk minyak bumi


Produk minyak bumi adalah bahan bermanfaat yang berasal dari minyak mentah (minyak bumi) setelah diproses di pengolahan minyak.
Menurut komposisi dan permintaan minyak mentah, pengolahan dapat memproduksi berbagai jenis produk minyak bumi. Produk minyak terbesar digunakan sebagai energi; bermacam tingkatan minyak bahan bakar dan bensin. Pengolahan juga memproduksi bahan kimia lain, beberapa diantaranya digunakan dalam proses kimia untuk membuat plastik dan bahan berguna lainnya. Sejak minyak bumi sering berisi beberapa persen sulfur, sejumlah besar sulfur juga sering diproduksi sebagai produk minyak bumi. Hidrogen dan karbon dalam bentuk arang minyak bumi juga dapat diproduksi sebagai produk minyak bumi. Produk hidrogen sering digunakan sebagai produk perantara untuk proses pengolahan minyak lainnya seperti pemecahan katalitis hidrogen (pemecahan hidro) dan hidrodesulfurisasi.

Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak Bumi




OPEC (singkatan dari Organization of the Petroleum Exporting Countries; bahasa Indonesia: Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak Bumi) adalah organisasi yang bertujuan menegosiasikan masalah-masalah mengenai produksi, harga dan hak konsesi minyak bumi dengan perusahaan-perusahaan minyak.
OPEC didirikan pada 14 September 1960 di Bagdad, Irak. Saat itu anggotanya hanya lima negara. Sejak tahun 1965 markasnya bertempat di Wina, Austria.

Gas alam terkompresi


Gas alam terkompresi (Compressed natural gas, CNG) adalah alternatif bahan bakar selain bensin atau solar. Di Indonesia, kita mengenal CNG sebagai bahan bakar gas (BBG). Bahan bakar ini dianggap lebih 'bersih' bila dibandingkan dengan dua bahan bakar minyak karena emisi gas buangnya yang ramah lingkungan. CNG dibuat dengan melakukan kompresi metana (CH4) yang diekstrak dari gas alam. CNG disimpan dan didistribusikan dalam bejana tekan, biasanya berbentuk silinder.
Argentina dan Brazil di Amerika Latin adalah dua negara dengan jumlah kendaraan pengguna CNG terbesar. Konversi ke CNG difasilitasi dengan pemberian harga yang lebih murah bila dibandingkan dengan bahan bakar cair (bensin dan solar), peralatan konversi yang dibuat lokal dan infrastruktur distribusi CNG yang terus berkembang. Sejalan dengan semakin meningkatnya harga minyak dan kesadaran lingkungan, CNG saat ini mulai digunakan juga untuk kendaraan penumpang dan truk barang berdaya ringan hingga menengah.
Sesungguhnya di Indonesia, CNG bukanlah barang baru. Pencanangan untuk menggunakan CNG yang harganya lebih murah dan lebih bersih lingkungan daripada bahan bakar minyak (BBM) sudah dilakukan sejak tahun 1986. Pada saat itu ditetapkan bahwa 20 persen dari armada taksi harus memakai CNG. Namun, karena pada saat itu harga BBM masih dianggap terjangkau dan stasiun pengisian BBM terdapat di mana-mana, maka minat untuk menggunakannya tidak sempat membesar.
Saat ini di Jakarta hanya terdapat 14 Stasiun Pengisi Bahan Bakar Gas (SPBG), tetapi yang berfungsi tak lebih dari enam SPBG. Untuk mendorong penggunaan CNG, Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso mengharuskan bus TransJakarta yang melayani rute 2, rute 3, dan rute selanjutnya untuk menggunakan CNG.

Fakta dasar LNG


LNG menawarkan kepadatan energi yang sebanding dengan bahan bakar petrol dan diesel dan menghasilkan polusi yang lebih sedikit, tetapi biaya produksi yang relatif tinggi dan kebutuhan penyimpanannya yang menggunakan tangki cryogenic yang mahal telah mencegah penggunaannya dalam aplikasi komersial.
Kondisi yang dibutuhkan untuk memadatkan gas alam bergantung dari komposisi dari gas itu sendiri, pasar yang akan menerima serta proses yang digunakan, namun umumnya menggunakan suhu sekitar 120 and -170 derajat celsius (methana murni menjadi cair pada suhu -161.6 C) dengan tekanan antara 101 dan 6000 [kilopascalkPa]] (14.7 and 870 lbf/in²).Gas alam bertakanan tinggi yang telah didapat kemudian diturunkan tekanannya untuk penyimpanan dan pengiriman.
Kepadatan LNG kira-kira 0,41-0,5 kg/L, tergantung suhu, tekanan, dan komposisi. Sebagai perbandingan, air memiliki kepadatan 1,0 kg/L.
LNG berasal dari gas alam yang merupakan campuran dari beberapa gas yang bereda sehingg tidak memililiki nilai panas yang spesifik.Nilai panasnya bergantung pada sumber gas yang digunakan dan proses yang digunakan untuk mencairkan bentuk gasnya. Nilai panas tertinggi LNG berkisar sekitar 24MJ/L pada suhu -164 derajat Celsius dan nilai terendahnya 21ML/L.
Pada 1964 Kerajaan Bersatu dan Prancis adalah pembeli LNG dalam perdagangan LNG pertama dunia dari Aljazair, sebagai saksi dari era baru energi. Karena kebanyakan pabrik LNG terletak di wilayah "terpencil" yang tidak memiliki jalur pipa, biaya perawatan dan transportasi LNG sangat besar sehingga pengembangannya melambat pada setengah abad terakhir.
Pembangunan pabrik LNG menghabiskan biaya AS$1-3 milyar, biaya terminal penerimaan AS$0,5-1 milyar, dan pengangkut LNG AS$0,2-0,3 milyar. Dibandingkan dengan minyak mentah, pasar gas alam kecil namun matang. Pengembangan komersial LNG adalah sebuah gaya yang disebut rantai niai, yang berarti pensuplai LNG awalnya memastikan pembeli bawah dan kemudian menandatanganni kontrak 20-25 tahun dengan isi perjanjian yang ketat dan struktur penghargaan gas.


Blogger Templates by Isnaini Dot Com. Powered by Blogger and Supported by Lincah.Com - Mitsubishi Cars